Saturday, 18 May 2019

Permasalahan-Permasalahan I’tikaf yang Berturut-turut


1.       Jika nadzar melakukan I’tikaf dalam masa tertentu secara berturut-turut, maka wajib melaksanakannya dengan berturut-turut. Jika diputus di tengah, maka wajib mengulangi dari awal lagi.

2.       Ada empat hal yang bisa memutus I’tikaf yang berturut-turut:
a.       Mabuk.
b.      Kufur.
c.       Jima’ dengan sengaja.
d.      Sengaja keluar tanpa ada hajat. Contoh hajat adalah sakit, mandi, menghilangkan najis, makan, minum, memenuhi hajat orang lain, menghilangkan najis. Begitu juga (tidak sampai membatalkan) jika ketika keluar karena hajat kemudian menjenguk orang sakit, mengunjungi orang yang baru datang dari bepergian dan mensholati jenazah.

3.       Udzur-udzur yang tidak bisa memutus I’tikaf yang dilakukan secara berturut-turut ada tujuh. Ketika keluar masjid karena salah satu diantara udzur-udzur tersebut, maka tidak harus mengulangi niat saat kembali lagi. Udzur-udzur tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Gila atau pingsan, baik masih berada di masjid atau keluar dari masjid, karena hal ini dianggap sebagai darurat.
b.      Keluar karena dipaksa tanpa alasan yang benar.
c.       Haidh jika masa I’tikaf tidak cukup jika dilakukan dalam masa yang cuci.
d.      Adzan yang dilakukan oleh muadzin yang sudah ditentukan di menara yang terpisah dari masjid.
e.      Memenuhi panggilan hukuman yang ditetapkan bukan karena pengakuannya sendiri.
f.        Melaksanakan iddah yang bukan karena sebab dirinya.
g.       Menjadi saksi yang tertentu pada dirinya dan tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh penyusun Shofwatu Az-Zubad:
I’tikaf Bagi Wanita“Ulama menghukumi batal I’tikaf yang dinadzari berturut-turut sebab jima’, bersentuhan kulit beserta keluar sperma. Tidak batal sebab keluar karena lupa atau buang hajatnya manusia atau sakit yang berat jika berada di masjid, haidh, mandi sebab keluar sperma, makan, minum, atau adzan dari orang yang diangkat oleh imam, dan takut kepada penguasa.”

4.       Ketika ada seorang yang nadzar melakukan I’tikaf secara berturut-turut namun ia juga mensyaratkan keluar dari masjid sebelum selesainya waktu I’tikaf, bagaimanakah hukum syarat ini?
Jawaban: terdapat perincian di dalam hal ini:
·        Ketika mensyaratkan keluar kalau ada sesuatu yang mubah dan dipertimbangkan secara syariat serta tidak menafikan terhadap I’tikaf, maka syarat tersebut sah. Jika menentukan sesuatu yang menjadi sebab keluarnya seperti mengunjungi kerabat, maka tidak diperbolehkan melakukan selain yang telah ditentukan. Dan jika tidak menentukan sesuatu yang menjadi sebab keluarnya bahkan memutlakkan, maka diperbolehkan keluar setiap ada keperluan walaupun perkara duniawi yang dimubahkan seperti menyambut raja dan yang lainnya.
·        Jika mensyaratkan keluar tanpa harus ada keperluan seperti mengatakan : “Kecuali kalau saya ingin keluar”, atau mensyaratkan keluar ketika terjadi sesuatu namun sesuatu itu diharamkan seperti mencuri atau tidak dipertimbangkan menurut syariat seperti mencari hiburan saja atau menafikan I’tikaf seperti menjima’ istri, maka hukum syarat tersebut tidak sah bahkan sama sekali tidak dianggap.

WALLOOHU A’LAM BISH SHOWAAB

No comments:

Post a Comment