1.
Jika nadzar melakukan I’tikaf dalam masa
tertentu secara berturut-turut, maka wajib melaksanakannya dengan berturut-turut.
Jika diputus di tengah, maka wajib mengulangi dari awal lagi.
2.
Ada empat hal yang bisa memutus I’tikaf yang
berturut-turut:
a.
Mabuk.
b.
Kufur.
c.
Jima’ dengan sengaja.
d.
Sengaja keluar tanpa ada hajat. Contoh hajat
adalah sakit, mandi, menghilangkan najis, makan, minum, memenuhi hajat orang
lain, menghilangkan najis. Begitu juga (tidak sampai membatalkan) jika ketika
keluar karena hajat kemudian menjenguk orang sakit, mengunjungi orang yang baru
datang dari bepergian dan mensholati jenazah.
3.
Udzur-udzur yang tidak bisa memutus I’tikaf yang
dilakukan secara berturut-turut ada tujuh. Ketika keluar masjid karena salah
satu diantara udzur-udzur tersebut, maka tidak harus mengulangi niat saat
kembali lagi. Udzur-udzur tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Gila atau pingsan, baik masih berada di masjid
atau keluar dari masjid, karena hal ini dianggap sebagai darurat.
b.
Keluar karena dipaksa tanpa alasan yang benar.
c.
Haidh jika masa I’tikaf tidak cukup jika
dilakukan dalam masa yang cuci.
d.
Adzan yang dilakukan oleh muadzin yang sudah
ditentukan di menara yang terpisah dari masjid.
e.
Memenuhi panggilan hukuman yang ditetapkan bukan
karena pengakuannya sendiri.
f.
Melaksanakan iddah yang bukan karena sebab
dirinya.
g.
Menjadi saksi yang tertentu pada dirinya dan
tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh penyusun Shofwatu Az-Zubad:
![Iâtikaf Bagi Wanita](https://static1.ypiayogya.com/muslimah.or.id/wp-content/uploads/2018/06/IMG-20180523-WA0010-810x500.jpg)
4.
Ketika ada seorang yang nadzar melakukan I’tikaf
secara berturut-turut namun ia juga mensyaratkan keluar dari masjid sebelum
selesainya waktu I’tikaf, bagaimanakah hukum syarat ini?
Jawaban: terdapat
perincian di dalam hal ini:
·
Ketika mensyaratkan keluar kalau ada sesuatu
yang mubah dan dipertimbangkan secara syariat serta tidak menafikan terhadap I’tikaf,
maka syarat tersebut sah. Jika menentukan sesuatu yang menjadi sebab keluarnya
seperti mengunjungi kerabat, maka tidak diperbolehkan melakukan selain yang
telah ditentukan. Dan jika tidak menentukan sesuatu yang menjadi sebab
keluarnya bahkan memutlakkan, maka diperbolehkan keluar setiap ada keperluan
walaupun perkara duniawi yang dimubahkan seperti menyambut raja dan yang
lainnya.
·
Jika mensyaratkan keluar tanpa harus ada
keperluan seperti mengatakan : “Kecuali
kalau saya ingin keluar”, atau mensyaratkan keluar ketika terjadi sesuatu
namun sesuatu itu diharamkan seperti mencuri atau tidak dipertimbangkan menurut
syariat seperti mencari hiburan saja atau menafikan I’tikaf seperti menjima’
istri, maka hukum syarat tersebut tidak sah bahkan sama sekali tidak dianggap.
WALLOOHU A’LAM BISH SHOWAAB
No comments:
Post a Comment