a.
Membatalkan puasa karena khawatir pada orang
lain seperti wanita hamil yang membatalkan (tidak) berpuasa karena khawatir
pada janinnya, wanita menyusui yang khawatir pada bayi yang disusuinya.
Sebagaimana yang diungkapkan penyusun Shofwatu Az-Zubad:
“Wajib membayar
satu mud dan mengqodho’, bagi wanita hamil dan wanita menyusui jika khawatir
pada bayinya.”
Jika keduanya khawatir pada diri sendiri dan bayinya,
maka tidak ada kewajiban kecuali hanya qodho’ saja.
b.
Membatalkan puasa beserta mengakhirkan qodho’
dan mungkin untuk mengqodho’ hingga masuk Romadhon berikutnya tanpa ada udzur.
Fidyah adalah satu mud untuk setiap harinya diambil
dari bahan makanan pokok daerah setempat. Hitungan fidyah bertambah banyak
disesuaikan dengan jumlah tahun yang dilewati.
2.
Membatalkan puasa yang mewajibkan qodho’ tanpa
harus membayar fidyah, yaitu seperti orang yang batal puasanya sebab pingsan,
lupa tidak niat di malam hari, dan orang yang membatalkan puasa dengan selain
jima’ tanpa ada udzur.
3.
Membatalkan puasa yang mewajibkan membayar
fidyah tanpa wajib mengqodho’, seperti orang yang sudah sangat tua dan orang
sakit yang tidak ada harapan sembuh.
4.
Membatalkan puasa yang tidak mewajibkan
mengqodho’ dan tidak mewajibkan bayar fidyah. Seperti orang yang batal puasanya
sebab gila yang bukan dikarenakan kecerobohannya. Sebagaimana yang diungkapkan
penyusun Shofwatu Az-Zubad:
“Perbolehkanlah
membatalkan puasa karena khawatir mati, karena sakit dan bepergian jauh. Wanita
menyusui dan wanita hamil yang khawatir terjadi bahaya pada dirinya. Dan wajib
mengqodho’ tanpa harus membayar fidyah. Orang yang tidak berpuasa sebab tua
sekali, maka wajib membayar satu mud untuk setiap harinya tanpa harus
mengqodho’.”
WALLOOHU A’LAM BISH SHOWAAB
No comments:
Post a Comment