Saturday, 30 March 2019

Isro’ Mi’roj dengan ruh dan jasad


Image result for Isra’ Mi'raj dengan ruh dan jasadJumhur ulama sepakat bahwa RosuuluLLooh SAW melakukan perjalanan Isro’ Mi’roj dengan ruh dan jasad beliau SAW. ALLooh SWT mewahyukan:
“Maha Suci ALLooh, yang telah memperjalankan hamba-Nya…” [QS. Al-Isro’:1]
Ketika menceritakan perjalanan Isro’ Mi’roj, ALLooh dalam wahyu-Nya tersebut menggunakan kata “hamba-Nya”, agar kita memperhatikan dua hal penting. Pertama, Isro’ Mi’roj tersebut berlaku dengan ruh dan jasad dan bukan dalam keadaan tidur. Kata “hamba” hanya digunakan untuk menyebut seseorang yang ruh dan jasadnya bersatu. Orang-orang musyrik tidak mempercayai Isro’ Mi’roj tiada lain karena peristiwa tersebut berlangsung dengan ruh dan jasad beliau SAW. Seandainya Isro’ Mi’roj berlangsung dalam mimpi, maka mereka tidak akan mengingkarinya. Sebab, bukanlah hal yang luar biasa ketika seseorang bermimpi pergi ke Masjidil Aqsho dalam sekejap mata. Jika kita bermimpi pergi ke Mekkah, dari Indonesia dalam sehari semalam 50 kali, maka tidak akan ada orang yang mendustakannya, karena hal tersebut terjadi di alam mimpi. Kita tidak akan memperdebatkan sesuatu yang terjadi di alam mimpi. Contohnya adalah mimpi raja yang berkuasa di zaman Nabi Yusuf AS. ALLooh SWT berfirman:
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku arti mimpiku itu jika kalian dapat mengartikan mimpi.” [QS. Yusuf:43]

Masuk akalkah ucapan raja tersebut yang menyatakan bahwa sapi kurus memakan sapi gemuk? Apakah diantara kita ada yang pernah melihat seekor sapi hidup makan sapi hidup lainnya? Tentu saja hal ini tidak pernah terjadi. Akan tetapi ketika sang raja menceritakan bahwa ia bermimpi melihat sapi makan sapi, apakah ada yang akan membantah mimpinya? Tentu tidak, sebab apa yang terjadi dalam mimpi memang sering kali di luar akal kita dan di alam mimpi hukum sebab akibat tidak berlaku. Karena itulah mereka hanya berkata:
Mereka menjawab: “(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta’birkan mimpi itu.” [QS. Yusuf: 44]

Kesimpulannya adalah apa yang terjadi dalam mimpi tidak akan diperdebatkan, dibantah dan dipertentangankan. Orang-orang kafir memperdebatkan dan membantah kebenaran Isro’ Mi’roj tiada lain adalah karena peristiwa itu terjadi dalam keadaan jaga dan dengan ruh serta jasad beliau, RosuuluLLooh SAW.
Kedua,ALLooh ingin menunjukkan kepada kita semua bahwa penghambaan kepada-Nya merupakan derajat tertinggi kedekatan manusia dengan ALLooh Tuhannya. Tiada kemuliaan yang lebih mulia dari penghambaan kepada-Nya. Para ulama mengartikan kata ‘hamba’ dengan arti yang berbeda-beda sesuai kedudukan dan keadaan hatinya saat itu. Imam Ibnu Athoillah menyatakan bahwa hamba adalah ia yang sadar bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa. Imam Ruwaim menyatakan bahwa menghamba artinya adalah menyerahkan semua urusan kepada ALLooh dan menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berbuat apa pun. Semua adalah milik ALLooh dan semua hanya dapat dilakukan dengan pertolongan ALLooh. Hamba ALLooh adalah ia yang ikhlas melakukan penghambaan kepada ALLooh dan keinginannya bersatu dengan aturan ALLooh. Apa yang ALLooh perintahkan mereka tunaikan dan apa yang ALLooh larang, mereka tinggalkan.  Karena itu, ketika menceritakan hamba-hamba-Nya yang ikhlas, di dalam Al-Qur’an, ALLooh menggunakan kata ‘ibad’. Perhatikan wahyu ALLooh berikut:
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” [QS. Al-Furqon:63]

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan Rochmah dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” [QS. Al-Kahfi: 65-66]

Dalam ayat di atas, ALLooh ingin menunjukkan bahwa derajat tertinggi di sisi-Nya adalah derajat penghambaan. Kita semua mengetahui bahwa Nabi Musa AS merupakan kalimuLLooh, artinya ALLooh mengajak Nabi Musa untuk berbicara langsung dengannya. Akan tetapi ALLooh menyatakan bahwa saat itu ada salah seorang hamba ALLooh yang lebih berilmu dari Nabi Musa, bahkan beliau pun mengikutinya agar dapat belajar dari hamba tersebut. Hal ini ALLooh sampaikan karena ALLooh ingin memberitahukan kepada kita semua bahwa penghambaan kepada-Nya merupakan derajat kemuliaan tertinggi seorang manusia. Sebagai bukti, saat menceritakan kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir AS, ALLooh tidak menyebut Nabi Khidir sebagai Rosul, akan tetapi sebagai seorang hamba. Nabi Khidir mencapai derajat yang tinggi di sisi ALLooh sehingga ALLooh memberinya limpahan ilmu yang tidak ALLooh berikan kepada Nabi Musa AS.

Kesimpulannya adalah ketika menceritakan kisah Isro’ Mi’roj, ALLooh menggunakan kata ‘hamba-Nya’ adalah karena ALLooh ingin memberitahukan kepada kita semua bahwa peristiwa itu terjadi dalam keadaan jaga dengan ruh dan jasad beliau SAW, serta penghambaan kepada ALLooh merupakan derajat yang sangat tinggi di sisi ALLooh.

Penghambaan kepada ALLooh merupakan sebuah kemuliaan bagi manusia, sedangkan penghambaan kepada manusia merupakan sebuah kerendahan dan kehinaan. Sebab, manusia yang memperbudak orang lain berkeinginan untuk mengambil semua kebaikan budaknya, menghapus semua hak dan hartanya, sedangkan ALLooh berbuat yang sebaliknya. ALLooh justru akan memuliakan dan memberikan semua kebaikan kepada manusia yang menjadi budak-Nya.


No comments:

Post a Comment