Setelah piagam boikot dihentikan,
RosuuluLLooh SAW dan para sahabat kembali mendakwahkan Islam kepada kaum
Quroisy khususnya dan dunia pada umumnya. Hingga tibalah Rojab tahun kesepuluh
kenabian. Pada saat itu, Abu Tholib , sang paman yang tak kenal lelah
melindungi keponakannya ini semakin lemah kondisi fisiknya dan akhirnya
meninggal dunia dalam usia kurang lebih delapan puluh tahun. Nabi SAW sangat
bersedih dengan wafatnya paman beliau SAW yang satu ini. Paman yang selalu
berusaha membela dan melindungi beliau dari gangguan kaum kafir. Paman yang
sejak kecil telah menjadi ayah asuh beliau SAW. Belum sirna kesedihan beliau
SAW, tiga hari setelah wafatnya Abu Tholib, istri yang sangat beliau cintai,
Sayyidah Khodijah RAnha, meninggal dunia juga. Dalam satu bulan di tahun yang
sama, Nabi SAW di dera duka cita yang sangat mendalam, sehingga beliau SAW
menamakan tahun ini sebagai Amul Huzn (tahun kesedihan).
Setelah wafatnya paman dan istri
beliau SAW, kaum kafir semakin leluasa mengganggu dan menyiksa RosuuluLLooh
SAW. Gangguan yang paling ringan di antaranya adalah ketika seorang pander
Quroisy mencegat beliau di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke kepala beliau
SAW. Beliau SAW pun pulang ke rumah dengan tanah yang masih di atas kepala.
Salah seorang puteri beliau segera datang membersihkan kotoran tersebut sambil
menangis. Tidak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah daripada
mendengar tangis anaknya, lebih-lebih anak perempuannya. Maka, pada saat itulah
RosuuluLLooh SAW bersabda:
“Jangan menangis anakku,
sesungguhnya ALLooh selalu melindungi ayahmu.”
Dalam shohih Bukhooriy disebutkan
bahwa pada suatu hari seorang sahabat yang bernama ‘Urwah bin Zubair bertanya
kepada ‘AbduLLooh bin ‘Amr bin ‘Ash, “Tolong ceritakan kepadaku, gangguan
terberat yang pernah dilakukan oleh orang-orang musyrik kepada RosuuluLLooh
SAW.”
‘AbduLLooh pun berkata:
Suatu hari, saat Nabi SAW sholat
di depan Ka’bah, datanglah ‘Uqbah bin Abi Mu’aith menghampiri beliau SAW. Ia
kemudian memegang pundak RosuuluLLooh SAW dan membelitkan bajunya ke leher
beliau dan menyentakkannya dengan sekuat tenaga. Nabi Muchammad SAW tercekik
dan jatuh tersungkur. Orang-orang yang melihat kejadian itu menjerit. Mereka
menyangka Nabi telah wafat. Melihat hal itu, Sayyidina Abu Bakar RA, dengan
cepat menghampiri Uqbah dan melepaskan cekikannya. Beliau pun menyingkirkan
Uqbah dan membaca wahyu ALLooh berikut kepadanya:
“Apakah kalian akan membunuh
seseorang hanya karena dia menyatakan, ‘Tuhanku adalah ALLooh.’ Padahal dia
telah datang kepada kalian dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhan
kalian.” [QS. Al-Mu’min, 40:28]
‘Uqbah tidak menjawab pertanyaan
Sayyidina Abu Bakar RA, ia pun langsung pergi dan berkumpul kembali dengan para
pemimpin Quroisy.
Suatu hari RosuuluLLooh SAW
tengah sholat di depan Ka’bah ketika orang-orang kafir Quroisy sedang berkumpul
di dekat beliau SAW. Tiba-tiba ‘Uqbah bin Abi Mu’aith datang membawa kotoran
unta dan meletakkan kotoran tersebut di punggung RosuuluLLooh SAW. RosuuluLLooh
SAW tetap dalam sujudnya dan tidak mengangkat kepala beliau SAW hingga
datanglah Siti Fathimah RAnha, menyingkirkan kotoran tersebut dari punggun
beliau SAW.
Beberapa kisah di atas merupakan
sebuah gambaran kecil tentang siksaan yang dialami oleh RosuuluLLooh SAW
sepeninggal paman dan istri beliau SAW tercinta.
Dahulu ketika Sayyidah Khodijah
RAnha masih hidup, beliau senantiasa mengayomi RosuuluLLooh SAW dengan cinta
dan kasihnya yang tiada bertepi. Sepeninggal Sayyidah Khodijah, RosuuluLLooh
SAW sangat bersedih. Bagaimana tidak, sedangkan wanita yang selama ini
menyinari hari-hari dakwahnya itupun kini telah tiada. Terbayang bagaimana
ketika Sayyidah Khodijah yang menyemangati dan meyakinkan beliau bahwa makhluk
yang datang (malaikat Jibril AS) seraya menyuruhnya untuk membaca tak akan
mungkin mencelakakannya. Terbayanglah pula bagaimana Sayyidah Khodijah saat itu
menyelimutinya ketika hawa dingin menyergap tubuhnya. Ketika Nabi SAW pertama
kali menerima wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan bentuknya yang
sangat dahsyat. Nabi pun segera turun dari gua Hiro menuju rumah Siti Khodijah
seraya berkata, “Aku mengkhawatirkan diriku.” Pada saat itulah dengan penuh
kelembutan dan cinta kasih, Sayyidah Khodijah menenteramkan hati suaminya
seraya berkata dengan perkataan yang indah yang terabadikan di dalam
kitab-kitab hadits:
“Sungguh, sekali-kali tidak, bergembiralah. Demi ALLooh, sesungguhnya
ALLooh selamanya tidak akan pernah menghinakanmu. Demi ALLooh, sungguh engkau
telah menyambung tali silaturahmi, jujur dalam berkata, suka membantu orang
yang tidak mampu mandiri, menolong orang miskin, memuliakan (menjamu) tamumu,
dan suka menolong orang-orang yang terkena musibah.” [HR. Imam Bukhooriy
dan Imam Muslim]
Demikianlah sikap Siti Khodijah
yang mulia dalam menenangkan dan meyakinkan RosuuluLLooh SAW.
Bagaimana beliau SAW tidak bersedih, terbayang di dalam
benak beliau SAW bagaimana Sayyidah Khodijah dengan mudah mengeluarkan seluruh
hartanya untuk dakwah. Terbayanglah bagaimana Sayyidah Khodijah dengan
kedudukannya yang mulia telah melindungi RosuuluLLooh dari kaum kafir Quroisy,
rela menderita, dicaci dan dihina, diboikot selama tiga tahun hingga beliau
makan rerumputan untuk menyambung hidupnya. Dan kini wanita tercinta itu telah
tiada. Cinta pertama Nabi SAW, Siti Khodijah binti Khuwailid RAnha.
RosuuluLLooh SAW pernah bersabda
tentang rasa cinta beliau kepada istrinya tersebut:
“Sungguh ALLooh telah menganugerahkan kepadaku rasa cinta kepada
Khodijah.” [HR. Imam Muslim]
Kecintaan RosuuluLLooh SAW kepada
Sayyidah Khodijah begitu besar, bahkan digambarkan bahwa hal tersebut menjadi
hal yang paling dicemburui oleh Sayyidah ‘Aisyah. Sayyidah ‘Aisyah berkata:
“Aku tidak pernah merasa cemburu kepada salah seorang istri Nabi SAW
seperti rasa cemburu kepada Khodijah. Ia wafat sebelum Nabi SAW menikahiku. Kendati
demikian, beliau sering menyebutnya. ALLooh juga memerintahkan beliau untuk
memberikan kabar gembira kepadanya bahwa sebuah rumah yang terbuat dari permata telah dipersiapkan
untuknya di surga. Dan beliau suka menyembelih kambing kemudian
menghadiahkannya kepada bibi-bibi Khodijah.” [HR. Imam Bukhooriy]
Dalam kesempatan lain, Sayyidah ‘Aisyah
mengatakan:
“Terkadang beliau SAW menyembelih kambing, memotong-motongnya menjadi
beberapa bagian, kemudian memberikannya kepada teman-teman Khadijah.” [HR.
Imam Bukhooriy]
Karena sangat mencintai Sayyidah
Khodijah RAnha, maka ketika mendengar suara Halah – saudari Sayyidah Khodijah –
yang meminta izin untuk bertemu dengannya, beliau SAW merasa sangat senang,
sebab suara Halah sangat mirip dengan suara Sayyidah Khodijah RAnha.
Dalam kesempatan lain, Sayyidah ‘Aisyah
RAnha menceritakan:
“Nabi SAW ketika menyebut tentang Khodijah maka beliau pun memujinya,
dengan pujian yang sangat indah. Maka suatu hari aku pun cemburu dan berkata.” Terlalu
sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. ALLooh
telah memberimu ganti dengan wanita yang lebih baik darinya.” Maka Nabi
berkata, “ALLooh tidak menggantikannya dengan seorang pun wanita yang lebih
baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia
telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku
dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya dan tidak membantuku, dan
ALLooh telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala ALLooh tidak
menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” [HR. Imam
Achmad]
Sayyidah Khodijah RAnha memiliki
banyak keistimewaan, di antaranya adalah sebagaimana tersebut dalam hadits di
atas dan juga diceritakan oleh Sayyidina Abu Huroiroh RA dalam hadits berikut:
“Jibril mendatangi Nabi SAW lalu berkata, “Duhai RosuuluLLooh, Khodijah
telah datang, membawa tempayang berisi kuah daging atau makanan atau minuman,
maka jika ia tiba sampaikanlah kepadanya salam dari Tuhannya dan dariku, serta
kabarkanlah kepadanya bahwa ia memiliki sebuah rumah di surga yang terbuat dari
mutiara, di dalamnya tidak ada suara keras (hiruk pikuk) dan juga tidak ada
keletihan.” [HR. Imam Bukhooriy dan Imam Muslim]
Oleh karena itu, ketika Siti
Khodijah RAnha wafat, bertambahlah beban dakwah yang harus dipikul Nabi SAW.
No comments:
Post a Comment