![Image result for masjid qiblatain madinah](https://i.ytimg.com/vi/53h-9KbNm88/maxresdefault.jpg)
Orang Mekkah menyebutnya Masjidil
Aqsho yang berarti masjid yang jauh, karena tempatnya yang jauh dari Makkah. Ia
juga disebut dengan Baitul Maqdis (rumah suci), ia adalah masjid yang dibangun
oleh Nabi Adam AS setelah Ka’bah kemudian dibangun ulang oleh Nabi Ibrohim AS
dan direnovasi serta diperluas oleh Nabi Sulaiman AS. Nabi Sulaiman menjadikan
Masjidil Aqsho sebagai bangunan yang megah, beliau menghiasi dinding-dinding
serta atapnya dengan emas, perak dan batu-batu permata. Bangunan megah itu
terawatdan tetap utuh sejak dibangun oleh Nabi Sulaiman itu, sampai akhirnya ia
dihancurkan oleh pasukan Raja Majusi dari Iraq yang dibantu oleh pasukan
Nasrani dari Romawi. Pasukan itu merusak Masjidil Aqsho serta memboyong emas
dan batu-batu permatanya ke Iraq.
Dari zaman ke zaman, Masjidil
Aqsho menjadi rumah suci dan qiblat bagi Nabi Ya’qub atau Isroil bin Ibrohim
serta keturunan beliau yang dikenal dengan Bani Isroil atau bangsa Yahudi.
Seperti kita tahu, di Madinah
terdapat banyak orang Yahudi yang dulunya memang menunggu kedatangan Nabi akhir
zaman, maka ketika Nabi Muchammad SAW datang dan beliau berkiblat ke Masjidil
Aqsho, tentu saja hal itu membuat orang Yahudi gembira dan diharapkan lebih
mudah menerima Nabi Muchammad SAW. Selain itu, kedatangan Nabi Muchammad SAW juga
menjadi sebab perdamaian dua suku Aus dan Khozroj, sebelumnya kedua suku itu
selalu berperang sehingga mengganggu perekonomian Madinah yang saat itu dikuasai
orang Yahudi.
Awalnya orang Yahudi Madinah
gembira, karena orang yang mengaku Nabi akhir zaman itu ibadahnya menghadap
Masjidil Aqsho, apalagi berhasil mengamankan Madinah dari perang suku sehingga
menguntungkan mereka dalam hal perekonomian. Namun mereka kemudian mulai merasa
iri, karena Nabi akhir zaman itu bukan dari keluarga mereka, bukan keturunan
Isroil bin Ibrohim, melainkan keturunan Ismail bin Ibrohim. Merekapun mulai
mencari-cari alasan untuk mendustakan Nabi Muchammad SAW.
Naluri Iman dan Kemanusiaan
Sementara itu, ketika Nabi
Muchammad diperintah untuk mengganti Qiblat dari Ka’bah kea rah Masjidil Aqsho,
secara naluri kemanusiaan beliau merasa berat, demikian juga dengan para
sahabat. Sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan menghormati Ka’bah, kini
mereka harus menghadap kea rah Masjidil Aqsho, sementara Ka’bah ada didekat
mereka. Maka mereka sedang diuji dengan kiblat baru itu, apakah mereka lebih
mengikuti naluri kemanusiaan atau naluri iman. Para sahabat ikut Nabi Muchammad
bukan karena beliau mempertahankan tradisi leluhur, buktinya mereka tetap ikut
beliau walaupun harus ganti Qiblat. Mereka ikut beliau karena terlihatnya
kebenaran, bukan karena fanatic golongan dan tradisi.
Kemudian, untuk menenangkan hati
Nabi Muchammad dan para sahabat yang sedang pindah Qiblat itu, ALLooh
mengingatkan mereka bahwa di arah manapun mereka akan menjempai ALLooh. ALLooh
SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 115 yang artinya : “Dan milik ALLooh lah timur dan barat,
kemanapun kalian menghadap maka di situlah qiblat ALLooh, sesungguhnya ALLooh
itu Maha Luas dan Maha Mengetahui.”
Satu arah yang ditentukan itu
hanya untuk memantapkan kepasrahan dan menyatukan barisan dalam beribadah
secara berjamaah. Kalau tidak, maka sejatinya ALLooh akan dijumpai di setiap
arah. Qiblat sesungguhnya bukan kemana wajah menghadap, tapi ke mana hati
menghadap. Dengan demikian, diharapkan kekhusyu’an para sahabat di dalam sholat
mereka tidak tidak terganggu oleh pergantian qiblat itu.
Tidak lama kemudian ALLooh SWT
memerintahkan Nabi Muchammad SAW untuk kembali berqiblat ke Ka’bah, Qiblat yang
memang dibangun pertama kali dan dijadikan sebagai Qiblat satu-satunya di akhir
zaman. Perintah kembali ke Qiblat awal itu sangat unik, karena perintah itu
turun ketika beliau sedang dalam rokaat sholat dzhuhur berjamaah, saat itu
beliau sholat di rumah seorang perempuan bernama Ummu Bisyr yang mengundang
beliau makan siang. Ketika melihat RosuuluLLooh SAW tiba-tiba berbelok kea rah Makkah
(Ka’bah), para sahabat yang berjamaah di belakang beliau faham telah turun
perintah kembali berqiblat ke Ka’bah, merekapun langsung mengatur barisan
dengan rapi sehingga semua berbaris lurus di belakang RosuuluLLooh menghadap ke
Ka’bah. Sholat Dzhuhur itupun dilakukan dengan dua qiblat, dua rokaat menghadap
Masjidil Aqsho dan dua rokaat menghadap Ka’bah.
Setelah RosuuluLLooh SAW wafat,
para sahabat ingin mengenang kejadian itu, mereka memohon kepada Ummu Bisyr
untuk menjual rumahnya, mereka akan menjadikan rumah itu sebagai masjid, namun
Ummu Bisyr tidak mau menjualnya, melainkan mewaqofkannya sebagai masjid, maka
rumah itupun dibangun sebagai masjid dan diberi nama Masjid Qiblatain (Masjid
Dua Qiblat). Sampai kini Masjid Qiblatain menjadi salah satu situs bersejarah
di kota Madinah.
No comments:
Post a Comment