Saturday, 12 October 2019

Qiblat, antara Syariat dan Hakikat


Image result for masjid qiblatain madinahSejak sebelum hijrah ke Madinah, ALLooh SWT memerintahkan RosuuluLLooh SAW dan para sahabat untuk mengganti arah kiblat dari Ka’bah ke arah Masjidil Aqsho, hal itu berlangsung hingga beliau hijrah ke Madinah. Lebih dari setahun mereka sholat menghadap Masjidil Aqsho.

Orang Mekkah menyebutnya Masjidil Aqsho yang berarti masjid yang jauh, karena tempatnya yang jauh dari Makkah. Ia juga disebut dengan Baitul Maqdis (rumah suci), ia adalah masjid yang dibangun oleh Nabi Adam AS setelah Ka’bah kemudian dibangun ulang oleh Nabi Ibrohim AS dan direnovasi serta diperluas oleh Nabi Sulaiman AS. Nabi Sulaiman menjadikan Masjidil Aqsho sebagai bangunan yang megah, beliau menghiasi dinding-dinding serta atapnya dengan emas, perak dan batu-batu permata. Bangunan megah itu terawatdan tetap utuh sejak dibangun oleh Nabi Sulaiman itu, sampai akhirnya ia dihancurkan oleh pasukan Raja Majusi dari Iraq yang dibantu oleh pasukan Nasrani dari Romawi. Pasukan itu merusak Masjidil Aqsho serta memboyong emas dan batu-batu permatanya ke Iraq.

Dari zaman ke zaman, Masjidil Aqsho menjadi rumah suci dan qiblat bagi Nabi Ya’qub atau Isroil bin Ibrohim serta keturunan beliau yang dikenal dengan Bani Isroil atau bangsa Yahudi.

Seperti kita tahu, di Madinah terdapat banyak orang Yahudi yang dulunya memang menunggu kedatangan Nabi akhir zaman, maka ketika Nabi Muchammad SAW datang dan beliau berkiblat ke Masjidil Aqsho, tentu saja hal itu membuat orang Yahudi gembira dan diharapkan lebih mudah menerima Nabi Muchammad SAW. Selain itu, kedatangan Nabi Muchammad SAW juga menjadi sebab perdamaian dua suku Aus dan Khozroj, sebelumnya kedua suku itu selalu berperang sehingga mengganggu perekonomian Madinah yang saat itu dikuasai orang Yahudi.

Awalnya orang Yahudi Madinah gembira, karena orang yang mengaku Nabi akhir zaman itu ibadahnya menghadap Masjidil Aqsho, apalagi berhasil mengamankan Madinah dari perang suku sehingga menguntungkan mereka dalam hal perekonomian. Namun mereka kemudian mulai merasa iri, karena Nabi akhir zaman itu bukan dari keluarga mereka, bukan keturunan Isroil bin Ibrohim, melainkan keturunan Ismail bin Ibrohim. Merekapun mulai mencari-cari alasan untuk mendustakan Nabi Muchammad SAW.

Naluri Iman dan Kemanusiaan
Sementara itu, ketika Nabi Muchammad diperintah untuk mengganti Qiblat dari Ka’bah kea rah Masjidil Aqsho, secara naluri kemanusiaan beliau merasa berat, demikian juga dengan para sahabat. Sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan menghormati Ka’bah, kini mereka harus menghadap kea rah Masjidil Aqsho, sementara Ka’bah ada didekat mereka. Maka mereka sedang diuji dengan kiblat baru itu, apakah mereka lebih mengikuti naluri kemanusiaan atau naluri iman. Para sahabat ikut Nabi Muchammad bukan karena beliau mempertahankan tradisi leluhur, buktinya mereka tetap ikut beliau walaupun harus ganti Qiblat. Mereka ikut beliau karena terlihatnya kebenaran, bukan karena fanatic golongan dan tradisi.

Kemudian, untuk menenangkan hati Nabi Muchammad dan para sahabat yang sedang pindah Qiblat itu, ALLooh mengingatkan mereka bahwa di arah manapun mereka akan menjempai ALLooh. ALLooh SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 115 yang artinya : “Dan milik ALLooh lah timur dan barat, kemanapun kalian menghadap maka di situlah qiblat ALLooh, sesungguhnya ALLooh itu Maha Luas dan Maha Mengetahui.”

Satu arah yang ditentukan itu hanya untuk memantapkan kepasrahan dan menyatukan barisan dalam beribadah secara berjamaah. Kalau tidak, maka sejatinya ALLooh akan dijumpai di setiap arah. Qiblat sesungguhnya bukan kemana wajah menghadap, tapi ke mana hati menghadap. Dengan demikian, diharapkan kekhusyu’an para sahabat di dalam sholat mereka tidak tidak terganggu oleh pergantian qiblat itu.

Tidak lama kemudian ALLooh SWT memerintahkan Nabi Muchammad SAW untuk kembali berqiblat ke Ka’bah, Qiblat yang memang dibangun pertama kali dan dijadikan sebagai Qiblat satu-satunya di akhir zaman. Perintah kembali ke Qiblat awal itu sangat unik, karena perintah itu turun ketika beliau sedang dalam rokaat sholat dzhuhur berjamaah, saat itu beliau sholat di rumah seorang perempuan bernama Ummu Bisyr yang mengundang beliau makan siang. Ketika melihat RosuuluLLooh SAW tiba-tiba berbelok kea rah Makkah (Ka’bah), para sahabat yang berjamaah di belakang beliau faham telah turun perintah kembali berqiblat ke Ka’bah, merekapun langsung mengatur barisan dengan rapi sehingga semua berbaris lurus di belakang RosuuluLLooh menghadap ke Ka’bah. Sholat Dzhuhur itupun dilakukan dengan dua qiblat, dua rokaat menghadap Masjidil Aqsho dan dua rokaat menghadap Ka’bah.

Setelah RosuuluLLooh SAW wafat, para sahabat ingin mengenang kejadian itu, mereka memohon kepada Ummu Bisyr untuk menjual rumahnya, mereka akan menjadikan rumah itu sebagai masjid, namun Ummu Bisyr tidak mau menjualnya, melainkan mewaqofkannya sebagai masjid, maka rumah itupun dibangun sebagai masjid dan diberi nama Masjid Qiblatain (Masjid Dua Qiblat). Sampai kini Masjid Qiblatain menjadi salah satu situs bersejarah di kota Madinah.

No comments:

Post a Comment