Setelah genap setahun pasca
Perang Badr, persiapan orang-orang Quroisy untuk membalas kekalahan mereka
benar-benar sudah matang. Tidak kurang dari tiga ribu prajurit Quroisy sudah
berhimpun bersama sekutu-sekutu mereka dan kabilah-kabilah kecil. Para pemimpin
Quroisy berfikir untuk membawa serta para wanita pada perang Uhud. Karena hal
ini dianggap bisa mengangkat semangat mereka. Adapun jumlah wanita yang
diikutsertakan ada lima belas orang. Hewan pengangkut dalam pasukan Makkah ini
ada tiga ribu onta. Penunggang kudanya ada dua ratus, yang disebar di sepanjang
jalan yang dilaluinya, dan mengenakan baju besi ada tujuh ratus orang.
Setelah persiapan dirasa cukup,
pasukan Quroisy Makkah mulai bergerak menuju Madinah. Hati mereka bergolak
karena dendam kesumat dan kebencian yang ditahan-tahan sekian lama, dan ini
siap diledakkan dalam peperangan yang dahsyat.
Mata-mata Nabi
Sayyidina Al-Abbas bin Abdul
Muththolib yang masih menetap di Makkah terus-menerus memata-matai setiap
tindakan Quroisy dan persiapan militer mereka. Setelah pasukan berangkat, maka
Al-Abbas mengirimkan kabar surat kilat kepada Nabi Muchammad SAW, berupa kabar
secara rinci tentang pasukan Quroisy. Secepat kilat utusan Al-Abbas pergi
menyampaikan surat, menempuh perjalanan antara Makkah dan Madinah hanya jangka
waktu tiga hari. Dia menyertakan surat itu tatkala Beliau sedang berada di
Masjid Quba’.
Beliau menyuruh Ubay bin Ka’ab
untuk membacakan surat tersebut dan memerintahkan untuk merahasiakannya. Seketika
itu pula beliau pergi ke Madinah, lalu membicarakan permasalahannya dengan para
pemuka Muhajirin dan pemuka Anshor.
Madinah dalam keadaan siaga satu.
Tak seorangpun lepas dari senjatanya. Sekalipun mereka dalam keadaan sholat,
mereka tetap dalam keadaan siaga untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan
terjadi. Ada sekumpulan Anshor, seperti Sa’id bin Mu’adz, Usaid bin Hudhair,
dan Sa’ad bin Ubadah yang senantiasa menjaga RosuuluLLooh SAW. Mereka selalu
berada di dekat pintu rumah beliau. Setiap gerbang pintu Madinah pasti ada sekumpulan
penjaga, karena dikhawatirkan musuh menyerang secara tiba-tiba. Ada pula
sekumpulan orang-orang Muslim yang bertugas mematai-matai setiap gerakan musuh.
Mereka berputar-putar di setiap jalur yang bisa dilalui orang-orang Musyrik
untuk menyerang orang-orang Muslim.
Pasukan Makkah Tiba
Pasukan Makkah meneruskan
perjalanan, mengambil jalur utama kea rah barat menuju Madinah. Setibanya di
Abwa’, Hindun bin Uthbah, istri Abu Sufyan mengusulkan untuk menggali kuburan
Ibunda RosuuluLLooh SAW. Namun para komandan pasukan Quroisy menolak utusan
ini. kali ini mereka bersikap sangat hati-hati terhadap akibat yang harus dihadapi
jika mereka berbuat seperti itu.
Maka para pasukan melanjutkan
perjalanan hingga mendekati Madinah. Mereka melalui Wadi Al-Aqiq, lalu membelok
ke arah kanan hingga tiba di dekat bukit Uhud, di suatu tempat tersebut Ainain,
di sebelah utara Madinah. Pasukan Quroisy mengambil tempat di sana pada hari
Jum’at pada tanggal enam Syawwal tahun ketiga Hijriyah.
Musyawarah Strategi
Kabar tentang pasukan Makkah
terus menerus disampaikan oleh mata-mata, termasuk kabar terakhir tentang
tempat yang diambil pasukan Makkah. Saat itu RosuuluLLooh SAW sedang menggelar
majlis permusyawaratan militer, untuk menampung berbagai macam pendapat dan
menentukan sikap. Dalam kesempatan itu pula beliau juga menceritakan mimpi yang
dialaminya. Beliau bersabda, “Demi ALLooh, aku telah mengalami mimpi yang bagus.
Dalam mimpi itu kulihat beberapa ekor lembu yang disembelih, kulihat di mata
pedangku ada rompal dan aku memasukkan tanganku dalam baju besi yang sangat
kokoh.”
Beberapa ekor sapi itu dita’wil
(ditafsir) dengan beberapa orang para sahabat yang terbunuh, maka pedang beliau
yang rompal itu dita’wili dengan anggota keluarga beliau ada yang tertimpa
musibah dan baju besi mereka ta’wil dengan Madinah.
Dengan mimpinya itu beliau
mengusulkan kepada para sahabat agar tidak perlu keluar dari Madinah, cukup
bertahan di dalam Madinah. Jika orang-orang musyrik ingin tetap bertahan di
luar Madinah tanpa mau melakukan serangan, biarlah mereka berbuat seperti itu
dan keadaan ini dibiarkan menggantung tanpa adanya sebuah kejelasan. Jika mereka
masuk ke dalam Madinah, maka orang-orang Muslim akan menyerbu mereka dari
mulut-mulut gang dan para wanita melancarkan serangan dari atap-atap rumah. Inilah
pendapat yang disampaikan. Abdullah bin Ubay sangat menyetujui akan pendapat
ini, yang pada saat itu dia juga ikut hadir dalam majlis permusyawaratan
sebagai wakil dari pemuka Khozroj. Dia menyetujui pendapat ini bukan karena
faktor strategi perang, tetapi agar memungkinkan baginya untuk menjauhi
peperangan tanpa mencolok mata dan dia bisa menyelinap tanpa diketahui oleh
seorang pun.
Namun ALLooh SWT berkeinginan
melecehkan dirinya dan rekan-rekannya di hadapan orang-orang Muslim untuk
pertama kalinya, dan menyingkap tabir yang dibelakangnya ada kekufuran dan
kemunafikan.
Sehingga dalam kondisi yang
sangat rawan itu orang-orang Muslim bisa mengatur ular-ular berbisa yang
menyelinap di balik kesamar-samaran.
Sekumpulan para sahabat yang
tidak ikut serta dalam perang Badar sebelumnya, mengusulkan kepada Nabi
Muchammad SAW agar ke luar dari Madinah. Bahkan mereka sangat ngotot dengan
usulan ini. di antara tokoh kelompok yang sangat berantusias ini adalah Hamzah
bin Abdul Muththolib, paman RosuuluLLooh SAW, yang pada perang Badr dia hanya
menggantungkan pedangnya. Dia berkata kepada beliau SAW, “Demi yang telah
menurunkan Al Kitab kepada engkau, aku tidak akan memberi makanan sehingga
membabat mereka dnegan pedangku di luar Madinah.”
RosuuluLLooh SAW mengabaikan
pendapat beliau sendiri karena mengikuti pendapat yang mayoritas. Maka ditetapkan
untuk keluar Madinah dan bertempur di kancah terbuka.
No comments:
Post a Comment