Saturday, 18 April 2020

Dendam Quroisy Terhadap Kaum Muslimin


Bagaimana sejarah perang Uhud ? - Muhsin - Dictio Community
Setelah genap setahun pasca Perang Badr, persiapan orang-orang Quroisy untuk membalas kekalahan mereka benar-benar sudah matang. Tidak kurang dari tiga ribu prajurit Quroisy sudah berhimpun bersama sekutu-sekutu mereka dan kabilah-kabilah kecil. Para pemimpin Quroisy berfikir untuk membawa serta para wanita pada perang Uhud. Karena hal ini dianggap bisa mengangkat semangat mereka. Adapun jumlah wanita yang diikutsertakan ada lima belas orang. Hewan pengangkut dalam pasukan Makkah ini ada tiga ribu onta. Penunggang kudanya ada dua ratus, yang disebar di sepanjang jalan yang dilaluinya, dan mengenakan baju besi ada tujuh ratus orang.
 Komandan pasukan yang tertinggi dipegang Abu Sufyan bin Harb, komandan pasukan penunggang kuda dipimpin Kholid bin Al-Walid, dibantu oleh Ikrimah bin Abu Jahal. Adapun bendera perang diserahkan kepada Bani Abdid Dar.

Setelah persiapan dirasa cukup, pasukan Quroisy Makkah mulai bergerak menuju Madinah. Hati mereka bergolak karena dendam kesumat dan kebencian yang ditahan-tahan sekian lama, dan ini siap diledakkan dalam peperangan yang dahsyat.

Mata-mata Nabi
Sayyidina Al-Abbas bin Abdul Muththolib yang masih menetap di Makkah terus-menerus memata-matai setiap tindakan Quroisy dan persiapan militer mereka. Setelah pasukan berangkat, maka Al-Abbas mengirimkan kabar surat kilat kepada Nabi Muchammad SAW, berupa kabar secara rinci tentang pasukan Quroisy. Secepat kilat utusan Al-Abbas pergi menyampaikan surat, menempuh perjalanan antara Makkah dan Madinah hanya jangka waktu tiga hari. Dia menyertakan surat itu tatkala Beliau sedang berada di Masjid Quba’.

Beliau menyuruh Ubay bin Ka’ab untuk membacakan surat tersebut dan memerintahkan untuk merahasiakannya. Seketika itu pula beliau pergi ke Madinah, lalu membicarakan permasalahannya dengan para pemuka Muhajirin dan pemuka Anshor.

Madinah dalam keadaan siaga satu. Tak seorangpun lepas dari senjatanya. Sekalipun mereka dalam keadaan sholat, mereka tetap dalam keadaan siaga untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Ada sekumpulan Anshor, seperti Sa’id bin Mu’adz, Usaid bin Hudhair, dan Sa’ad bin Ubadah yang senantiasa menjaga RosuuluLLooh SAW. Mereka selalu berada di dekat pintu rumah beliau. Setiap gerbang pintu Madinah pasti ada sekumpulan penjaga, karena dikhawatirkan musuh menyerang secara tiba-tiba. Ada pula sekumpulan orang-orang Muslim yang bertugas mematai-matai setiap gerakan musuh. Mereka berputar-putar di setiap jalur yang bisa dilalui orang-orang Musyrik untuk menyerang orang-orang Muslim.

Pasukan Makkah Tiba
Pasukan Makkah meneruskan perjalanan, mengambil jalur utama kea rah barat menuju Madinah. Setibanya di Abwa’, Hindun bin Uthbah, istri Abu Sufyan mengusulkan untuk menggali kuburan Ibunda RosuuluLLooh SAW. Namun para komandan pasukan Quroisy menolak utusan ini. kali ini mereka bersikap sangat hati-hati terhadap akibat yang harus dihadapi jika mereka berbuat seperti itu.

Maka para pasukan melanjutkan perjalanan hingga mendekati Madinah. Mereka melalui Wadi Al-Aqiq, lalu membelok ke arah kanan hingga tiba di dekat bukit Uhud, di suatu tempat tersebut Ainain, di sebelah utara Madinah. Pasukan Quroisy mengambil tempat di sana pada hari Jum’at pada tanggal enam Syawwal tahun ketiga Hijriyah.

Musyawarah Strategi
Kabar tentang pasukan Makkah terus menerus disampaikan oleh mata-mata, termasuk kabar terakhir tentang tempat yang diambil pasukan Makkah. Saat itu RosuuluLLooh SAW sedang menggelar majlis permusyawaratan militer, untuk menampung berbagai macam pendapat dan menentukan sikap. Dalam kesempatan itu pula beliau juga menceritakan mimpi yang dialaminya. Beliau bersabda, “Demi ALLooh, aku telah mengalami mimpi yang bagus. Dalam mimpi itu kulihat beberapa ekor lembu yang disembelih, kulihat di mata pedangku ada rompal dan aku memasukkan tanganku dalam baju besi yang sangat kokoh.”

Beberapa ekor sapi itu dita’wil (ditafsir) dengan beberapa orang para sahabat yang terbunuh, maka pedang beliau yang rompal itu dita’wili dengan anggota keluarga beliau ada yang tertimpa musibah dan baju besi mereka ta’wil dengan Madinah.

Dengan mimpinya itu beliau mengusulkan kepada para sahabat agar tidak perlu keluar dari Madinah, cukup bertahan di dalam Madinah. Jika orang-orang musyrik ingin tetap bertahan di luar Madinah tanpa mau melakukan serangan, biarlah mereka berbuat seperti itu dan keadaan ini dibiarkan menggantung tanpa adanya sebuah kejelasan. Jika mereka masuk ke dalam Madinah, maka orang-orang Muslim akan menyerbu mereka dari mulut-mulut gang dan para wanita melancarkan serangan dari atap-atap rumah. Inilah pendapat yang disampaikan. Abdullah bin Ubay sangat menyetujui akan pendapat ini, yang pada saat itu dia juga ikut hadir dalam majlis permusyawaratan sebagai wakil dari pemuka Khozroj. Dia menyetujui pendapat ini bukan karena faktor strategi perang, tetapi agar memungkinkan baginya untuk menjauhi peperangan tanpa mencolok mata dan dia bisa menyelinap tanpa diketahui oleh seorang pun.

Namun ALLooh SWT berkeinginan melecehkan dirinya dan rekan-rekannya di hadapan orang-orang Muslim untuk pertama kalinya, dan menyingkap tabir yang dibelakangnya ada kekufuran dan kemunafikan.

Sehingga dalam kondisi yang sangat rawan itu orang-orang Muslim bisa mengatur ular-ular berbisa yang menyelinap di balik kesamar-samaran.

Sekumpulan para sahabat yang tidak ikut serta dalam perang Badar sebelumnya, mengusulkan kepada Nabi Muchammad SAW agar ke luar dari Madinah. Bahkan mereka sangat ngotot dengan usulan ini. di antara tokoh kelompok yang sangat berantusias ini adalah Hamzah bin Abdul Muththolib, paman RosuuluLLooh SAW, yang pada perang Badr dia hanya menggantungkan pedangnya. Dia berkata kepada beliau SAW, “Demi yang telah menurunkan Al Kitab kepada engkau, aku tidak akan memberi makanan sehingga membabat mereka dnegan pedangku di luar Madinah.”

RosuuluLLooh SAW mengabaikan pendapat beliau sendiri karena mengikuti pendapat yang mayoritas. Maka ditetapkan untuk keluar Madinah dan bertempur di kancah terbuka.

Saturday, 11 April 2020

Ketika Izin Berperang Telah Turun


TAFSIR SURAT Al-HAJJ 41 TUJUAN PENDIDIKAN NAMA : AHMAD KHOIRUL ...
Dalam kondisi ummat Islam di Madinah yang masih rawan, karena adanya ancama terhadap eksistensi orang-orang Muslim di Madinah, terutama yang bersumber dari pihak Quroisy yang tidak pernah berhenti memperdayai dan menggangu mereka, maka ALLooh SWT menurunkan ayat dan mengizinkan orang-orang Muslim untuk angkat senjata berperang, yang berati tidak bersifat wajib, “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya ALLooh benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” [QS. Al-Haj: 39]

Ayat ini diturunkan di antara ayat yang memberi petunjuk kepada mereka, bahwa izin hanya dimaksudkan untuk mengeyahkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar ALLooh, “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di bumi, niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.” [QS. Al-Hajj: 41]

Yang benar dan yang tidak perlu diragukan, bahwa izin ini turun di Madinah setelah hijrah, bukan di Makkah sebelum hijrah. Tetapi memang kita tidak bisa memastikan pembatasan waktu turunnya. Izin untuk berperang ini sudah turun. Tetapi ada baiknya jika sikap yang diambil orang-orang Muslim dalam kondisi yang dipicu Quroisy dan kekuatannya ini, ialah dengan cara menunjukkan kekuatan terhadap jalur perdagangan Quroisy yang mengambil rute dari Makkah ke Syam. Untuk menunjukkan kekuasaan ini, RosuuluLLooh SAW telah memilih dua langkah: pertama, mengadakan perjanjian kerja sama atau tidak saling menyerang, dengan beberapa kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan ini, atau menjadi penghalang antara jalur itu dan Madinah. Kedua, mengirim beberapa kelompok utusan secara terus-menerus dan bergiliran ke jalur perdagangan itu.

PASUKAN SEBELUM PERANG BADAR
Untuk melaksanakan dua langkah ini, orang-orang Muslim memulai dengan kegiatan militer, langsung setelah turun izin untuk berperang. Mereka memulai kegiatan militer dengan mengirimkan mata-mata. Sasaran dari kegiatan mata-mata ini ialah untuk mengenal lebih lanjut tentang jalan-jalan yang ada di sekitar Madinah. Begitu pula jalur ke Makkah, mengadakan perjanjian dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur itu, memperlihatkan kepada orang-orang Musyrik Yatsrib, Yahudi dan suku-suku badui di sekitarnya bahwa kaum Muslim adalah orang-orang yang kuat, bahwa mereka bisa melepaskan dari kelemahan pada masa-masa sebelumnya serta memberi peringatan kepada pihak Quroisy, sebagai akibat dari kebrutalan mereka. Dengan begitu mereka tidak lagi berbuat semena-mena, yang selama ini masih terus membayangi pikiran orng-orang Muslim. Siapa tahu dengan cara itu pihak Quroisy merasa khawatir terhadap keamanan jalur perdagangan mereka, lalu mendorong mereka untuk mengadakan perdamaian, membatalkan niat untuk menyerbu orang-orang Muslim, tidak menghalangi manusia untuk mengikuti jalan ALLooh SWT, tidak lagi menyiksa orang-orang Mukmin yang lemah di Makkah, sehingga orang-orang Muslim bebas menyampaikan risalah ALLooh SWT di seluruh jazirah Arab. Berikut gambaran singkat tentang beberapa pasukan Muslimin:

Pertama, pengiriman satuan pasukan ke Siful-Bahr pada tanggal satu Romadhon tahun pertama hijrah, atau pada tahun 623 M untuk memimpin satuan pasukan ini RosuuluLLooh SAW menunjuk Sayyidina Hamzah bin Abdul Muththolib, bersama 30 orang Muhajirin untuk menghadang rombongan kafilah Quroisy yang kembali dari Syam, yang di tengah rombongan itu ada Abu Jahal bin Hisyam bersama 300 orang. Sebenarnya mereka sudah saling berhadap-hadapan dan siap untuk berperang. Namun muncul Majdi bin Amr Al-juhhani, yang menjadi sekutu kedua belah pihak. Dia melerai kedua belah pihak, sehingga mereka urung berperang. Bendera dalam satuan pasukan Hamzah adalah bendera pertama yang diserahkan RosuuluLLooh SAW. Warnanya putih dan pembawanya adalah Martsad Kannaz bin Hishn Al-Ghonwi.

Kedua, satuan pasukan ke Robigh. Pada tanggal satu Syawwal 1 H, RosuuluLLooh SAW mengirim pasukan Ubaidah bin Al-Harits bin Abdul Muththolib bersama 60 orang Muhajirin, hingga mereka berpapasan dengan Abu Sufyan yang membawa 200 orang di lembah Robigh. Sebenarnya kedua belah pihak sudah saling melepaskan anak panah. Meskipun begitu tidak sampai meletus peperangan. Dalam pengiriman pasukan kali ini, ada dua pasukan Quroisy yang bergabung ke barisan Muslimin, yaitu Al-Miqdad bin Amr Al-Bahroni dan Utbah bin Ghozwan Al-Manini. Keduanya pun masuk Islam.

Dia pergi bersama-sama orang kafir sekedar jalan agar dia bisa bergabung dengan orang-orang Muslim. Bendera Ubaidah juga berwarna putih, pembawanya adalah Misthoh bin Utstsasah bin Al-Muththolib bin Abdu Manaf. [BERSAMBUNG]

Saturday, 4 April 2020

Menghafal Al-Qur’an Hanya Dalam 8 Hari


Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (Pelopor Penulisan Hadits)

Biografi Muhammad bin Syihab Az-Zuhri * Dosen Muslim
Beliau dilahirkan di tahun 58 Hijriah, di akhir kepemimpinan Sayyidina Muawiyah. Pada tahun itu juga terjadi kejadian wafatnya Siti Aisyah RAnha, istri RosuuluLLooh SAW. Ibnu Syihab Az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihad Az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin Al-Musayyab di sebuah desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Di sana pula ia wafat.

Az-Zuhri adalah nama panggilan yang dsematkan oleh para ulama ahli hadits. Selain Az-Zuhri, dalam beberapa literatur beliau juga disebut dengan nama panggilan Abu Bakar Al-Madani. Beliau adalah seorang yang kaya lagi dermawan. Beliau memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Daulah Bani Umayyah. ALLooh SWT mengaruniakan kepada beliau kecerdasan yang tinggi dan kekuatan hafal yang mengagumkan. Dengan itu semua beliau mendapat kedudukan tinggi terutama dalam bidang ilmu hadits, dan kepada beliau bermuaralah ilmu hadits. Beliaulah orang pertama yang membukukan ilmu hadits atas perintah Kholifah Umar bin Abdul Aziz.

Az-Zuhri tumbuh menjadi seorang remaja di sebuah kota kecil di antar hijaz dan syam, bernama Ailah. Salah satu sahabatnya bernama Sholih bin Kisan memberikan kesaksian, “Aku menuntut ilmu bersama Az-Zuhri, dia berkata kepadaku: ‘Mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi SAW,’ pada kesempatan yang lain dia berkata pula, ‘mari kita tulis apa yang berasal dari sahabat,’ dia menulis dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku gagal.”

Para ulama mengatakan, ketika itu tulisan-menulis memang belum menjadi budaya bagi masyarakat arab, karena sebagian besar dari mereka masih ummi (tidak bisa membaca dan menulis) dan menyimpan ilmunya dengan mengandalkan kekuatan hafalan. Namun Az-Zuhri memiliki prinsip beda, beliau tetap menghafal, namun memiliki nilai lebih yakni menulis. Kegigihannya dalam membukukan hadits pun akhirnya mendapat dukungan besar dari Kholifah Umar bin Abdul Aziz. Dan Imam As-Suyuthi dalam bait Alfiah-nya mengatakan: “Orang pertama yang membukukan hadits dan atsar adalah Ibnu Syihab atas perintah Umar.”

Lebih dari 2200 hadits berhasil dihafal oleh Az-Zuhri, dan beberapa diantaranya tertulis dalam kitab Shohih Bukhori dan Shohih Muslim. Beberapa ulama pun memujinya dengan pujian bahwa sanad hadits terkuat adalah yang berasal dari jalur Az-Zuhri dari Salim dari Bapaknya.

Abu Bakar Al-Hudzalli mengatakan, “Aku telah duduk bermajelis kepada Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin, namun aku tidak melihat seorang pun yang semisal dengan Imam Az-Zuhri.”

Bila dibandingkan beliau, maka Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin jauh di atas beliau karena mereka adalah termasuk para tabi’in senior, tetapi ilmu adalah semata-mata anugerah dari ALLooh SWT. ALLooh SWT mengaruniakan keutamaan dan Rohmah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.

Beliau banyak mengambil ilmu dari para tabi’in senior seperti kepada Sayyidut Tabi’in Sa’id bin Musayyib (Sa’id bin Musayyab), Urwah bin Zubair, Al-Qosim bin Muchammad, Anas bin Malik, Aban bin Utsman, Ibrohim bin Abdurrohman bin Auf, dan Nafi’ Mula Ibnu Umar.

Sementara itu, beberapa murid ternama beliau antara lain. Imam Malik bin Anas “Imam Daril Hijrah”, Al-Laits, Zaid bin Aslam, Sufyan bin Uyainah, Umar bin Abdul Aziz, dan Muchammad bin Al-Munkadir.

Az-Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari AbduLLooh bin Umar, AbduLLooh bi Ja’far, Shol bin Sa’ad, Urwah bin Az-Zubair, Atho’ bin Abi Robah. Ia juga mempunyai riwayat-riwayat yang berasal dari Ubadah bin Ash-Shomit, Abu Huroiroh, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya.

Imam Bukhori berpendapat bahwa sanad yang paling shohih adalah Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya.

Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya yang paling shohih adalah Az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Tholib). Muchammad bin Muslim bin UbaidiLLaah bin AbduLLooh wafat di Sya’bad pada tahun 123 H, ada yang mengatakan ia wafat tahun 125H.

PUJIAN ULAMA
Amr bin Dinar mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih mengetahui tentang hadits dibandingkan Ibnu Syihab (Imam Az-Zuhri).”
Ahmad bin Hambal berkata, “Az-Zuhri adalah manusia yang terbaik haditsnya dan terbagus jalan sanadnya.”

Al-Laits menyatakan, “Aku tidak melihat seorang alim pun yang lebih luas ilmunya dibandingkan Imam Az-Zuhri. Tatkala beliau berbicara tentang targhib (nasihat dan anjuran), engkau akan katakan: ‘Tidak ada yang terbaik kecuali beliau’, bila beliau berbicara tentang hari-hari Arab dan penyebutan nasab, engkau akan katakan: ‘Tidak ada penyebutan nasab, engkau akan katakan: ‘Tidak ada yang terbaik kecuali beliau’, dan bila beliau sedang berbicara tentang Al-Qur’an dan hadits, engkau pun akan mengatakan yang semisal.” Imam Makhul pernah ditanya, “Siapa orang yang paling alim yang pernah engkau jumpai?” Ia menjawab, “Ibnu Syihab.” Lalu ditanyakan, “Siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibnu Syihab.” “Dan siapa lagi?” Beliau tetap menjawab, “Ibnu Syihab.”

KEUNGGULAN
Tak ada seorang pun yang terlahir ke alam dunia ini dalam keadaan berilmu, telah hafal Al-Qur’an dan hadits, memiliki pemahaman yang benar dari pemahaman yang menyimpang, tentu tidak ada. Seluruhnya sama, namun yang membedakan adalah bekal yang cukup dan ketinggian semangat. Tentunya hal itu tidak terlepas dari Rohmah dan Fadhilah (keutamaan) dari ALLooh SWT. Tidaklah beliau menjadi Syaikhul Islam kecuali setelah melakukan upaya yang tidak dilakukan oleh selainnya, demikian juga Az-Zuhri tidaklah beliau menjadi Imam Az-Zuhri melainkan karena beliau memiliki beberapa faktor pendukung yang tidak dimiliki oleh yang selainnya. Di antara sebab-sebab dan faktor pendukung beliau adalah:

Pertama, Kekuatan Hafalan. Kekuatan hafalan beliau menjadi tanda yang nyata akan keutamaan beliau. Imam Adz-Dzahabi berkata, “Di antara yang menunjukkan kekuatan hafalan Imam Az-Zuhri adalah beliau mampu hafal Al-Qur’an hanya dalam waktu 8 hari, sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh putra saudara beliau, Muchammad bin AbdiLLaah.” Imam Az-Zuhri pernah mengatakan, “Aku tidak pernah melakukan persiapan dalam menyampaikan hadits, dan aku tidak pernah ragu tentang hafalanku kecuali satu hadits, aku tanyakan kepada saudaraku, ternyata itu pun sama dengan yang aku hafal.” Al-Laits berkata, “Ibnu Syihab pernah mengatakan, ‘Tidaklah sedikit pun sesuatu yang telah aku hafal lalu aku lupa setelahnya’.”

Kedua, beliau menulis seluruh yang ia dengar. Dari Abdurrahman bin Abi Zinad dari ayahnya ia berkata, “Aku pernah berthowaf bersama Ibnu Syihab, dan ia membawa lembaran-lembaran dan buku tulis sampai kami menertawakannya.” Dalam riwayat lain, “Kami menulis perkara halal dan haram sedangkan Ibnu Syihab menulis semua yang ia dengar, ketika kami merasa butuh dengan beliau, barulah kami tahu bahwa beliau manusia yang paling mengetahui.”

Ketiga, memuliakan ilmu dan ahli ilmu. Imam Az-Zuhri pernah bercerita, “Aku pernah datang ke rumah Urwah bin Zubair, di depan pintu aku berhenti hingga akhirnya aku pergi dan tidak jadi masuk, seandainya aku pergi dan tidak jadi masuk, itu tidak aku lakukan yang demikian karena memuliakan beliau.” Dari Sufyan ia mengatakan, “Aku mendengar Az-Zuhri mengatakan, ‘Si Fulan telah menceritakan hadits kepadaku dan beliau adalah lautan ilmu’, tidak hanya sekedar mengatakan ‘beliau adalah seorang yang alim’.“ Beliau lakukan itu karena memuliakan ilmu dan ahli ilmu. Beliau sangat menghormati gurunya, memuliakannya, karena merekalah orang-orang yang banyak memberi manfaat dan kebaikan, dan demikianlah para guru mengajarkan kepada kita.

Keempat, mengambil sebab untuk membantu kuatnya hafalan. Imam Az-Zuhri pernah mengatakan, “Barangsiapa yang senang menghafal hadits hendaklah ia memakan kismis/ anggur kering.” Al-Hakim mengomentari, “Karena kismis/ anggur keringnya negeri Hijaz hangat, manis dan lembut, terlihat kering, dan dapat mencegah lendir.” Al-Laits mengatakan, Imam Az-Zuhri sering meminum madu seperti minumnya seorang terhadap minumannya, beliau mengatakan, ‘Beri kami minum madu dan ceritakanlah hadits kepadaku.’ Dan beliau sangat sering minum madu, dan tidak makan apel sedikit pun.” Beliau (Al-Laits) juga mengatakan, “Az-Zuhri pernah mengatakan, ‘Tidaklah sesuatu yang telah melekat di hatiku lalu lupa di kemudian hari.’ Beliau membenci makan apel, namun beliau senang meminum madu. Katanya, ‘Madu itu dapat mempertajam ingatan’.”