Monday, 18 November 2019

Goresan Sejarah Sang Penakluk


Sultan Muhammad Al-Fatih

Muhammad Al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Al Fatih adalah gelar yang diterimanya karena berhasil menaklukan Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Image result for Sultan Muhammad Al-FatihSultan Muhammad Al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukan Bizantium, ia juga berhasil menyatukan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi manajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Muhammad Al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/ 30 Maret 1432 M di kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah. Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Perhatian tersebut terlihat dari  Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an 30 juz, mempelajari hadits-hadits, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti : bahasa Arab, Persia, Latin dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin dan Yunani. SubhanALLooh!!!

Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari.

Menaklukan Bizantium
Sultan Muhammad II diangkat  menjadi Kholifah Utsmaniyah pada 5 Muharram 855 H bersamaan dengan 7 Februari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukan Konstantinopel.

Langkah pertama yang Sultan Muhammad lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer.

Sultan Muhammad II menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.

Sebelum musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut. Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut.

Sultan Muhammad menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.

Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi.

Tanduk Emas atau Golden Horn
Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya diserang oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya Bizantium jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan besar itu mengakibatkan 265.000 pasukan ummat Islam gugur.

Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan Muhammad berhasil memasuki kota Konstantinopel. Sejak saat itulah ia dikenal dengan nama Sultan Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel.

Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad Al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur kepada ALLooh. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat pemerintah Kerajaan Utsmani. Kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam, lalu akhirnya mengalami perubahan menjadi Istanbul.

Selain itu, Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan untuk membangun masjid di makam sahabat yang mulia Abu Ayyub Al-Anshori RA, salah seorang sahabat nabi yang wafat saat menyerang Konstantinopel di zaman Kholifah Muawiyyah bin Abu Sufyan RA.

Setelah itu beberapa penaklukkan strategis dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih. Ia membawa pasukannya menaklukkan Balkan, Yunani, Rumania, Albania, Asia Kecil dan lain-lain.

Selain terkenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan-sultan lainnya, Muhammad Al-Fatih juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri.

Sultan Muhammad juga membangun lebih dari 300 Masjid, 57 sekolah dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang paling terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub Al Anshori.

Wafatnya Sang Penakluk
Pada bulan Robiul Awal tahun 886 H/ 1481 M, Sultan Muhammad Al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Robiul Awal 886 H/ 3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun.

Sebelum wafat, Muhammad Al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.

No comments:

Post a Comment