Saturday, 28 September 2019

Tiga Penyebab Kehidupan Terasa Berat


Image result for Tiga Penyebab Kehidupan Terasa BeratDalam kehidupan ini, banyak manusia yang merasa hidupnya terasa berat. Hati dan pikirannya selalu gelisah, meskipun materinya sudah melimpah. Lalu mengapa hidup di dunia ini terasa berat? Hidup akan terasa berat karena beberapa hal. Pertama, jika cita-cita hidupnya hanya bersifat duniawi. Maka, siapa saja yang cita-citanya harta, jabatan, popularitas, penghargaan, pujian dan sanjungan dari orang lain maka bersiap-siaplah untuk hidup sengsara. Dia akan terus dihantui keinginan-keinginan tersebut. Padahal ketika cita-cita duniawi itu sudah ia raih, ia pun tidak merasa bahagia. Sebab, dunia ini disetting oleh ALLooh SWT bukan untuk memberikan kebahagiaan hakiki. Ini hanyalah kesenangan-kesenangan itu akan ditinggalkan.

Jadi kalau cita-citanya hanya kesenangan duniawi, maka siap-siaplah untuk merasakan beratnya hidup. Sebaliknya, orang yang tujuannya akhirat, maka ia akan merasakan ketenangan. Semua dia arahkan untuk kebahagiaan di akhirat. Ketika mendapat ujian ia akan bersabar. Saat diuji sakit, dia kebayang dosa-dosanya sedang diampuni atau digugurkan oleh ALLooh SWT, sehingga musibah itu tidak menjadikannya susah dan berat. Sedangkan pada saat mendapat nikmat, ia akan bersyukur. Ia gunakan semua nikmat itu untuk menjadi sarana kebaikan akhirat. Semua ini akan menjadikan hidupnya ringan. Termasuk dalam berdoa kita sebaiknya fokus dengan urusan akhirat. Kita mohon diampuni oleh ALLooh SWT. Meskipun kita tidak dilarang untuk memohon urusan dunia.

Kedua, hidup akan terasa berat karena bersandarnya kepada selain ALLooh SWT. Semakin seseorang bersandar kepada selain ALLooh, maka jiwanya akan semakin tertekan dan tentu akan gelisah. Seorang istri yang bersandar pada suami, tidak bisa bahagia, hidupnya akan berat.

Seorang pegawai yang bersandar pada atasan juga tidak akan tenang. Yang bersandar pada dolar, ia juga tidak akan bahagia. Dolar naik, dia bingung. Kalau masih pada bingung, maka semuanya akan sengsara.

Ketiga, hidup terasa berat karena jauh dari pertolongan ALLooh. Kalau ALLooh SWT menolong, maka tidak ada yang berat. Tidak ada kesusahan. Kita harus menjadi orang yang layak untuk selalu ditolong oleh ALLooh. Maka, kita harus menjadi hamba-hamba yang taat dan yakin dengan pertolongan ALLooh. Tidak ada yang bisa menolak musibah, dan tidak ada yang bisa mendatangkan kebaikan, kecuali dengan pertolongan ALLooh (Laa chaula walaa quwwata illaa biLLaah).

Mulut boleh saja minta tolong pada orang lain, namun hati pantang. Kita harus tetap menggantungkan pertolongan kepada ALLooh. Karena tidak ada yang bisa menggerakan orang untuk menolong kita kecuali ALLooh. Naik pesawat misalnya, jangan bergantung pada pilot. Pilot juga tidak bisa menjamin keselamatan kita. Bergantung saja kepada ALLooh. ALLooh-lah Yang Maha Segala-galanya.

Thursday, 26 September 2019

Menistakan Agama dan Menghina Al-Qur’an

Image result for menistakan agama dan menghina alquran“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”, demikian ayat terakhir surat Al-Kaafiruun yang dihafal jutaan bahkan miliaran ummat Islam. Islam mengajarkan dengan tegas prinsip untuk tidak saling mengganggu agama yang satu dengan agama yang lain. Tidak  memaksakan agama kepada orang yang beragama. Dan tidak boleh mencela orang yang berbeda agama.

Islam melarang mencaci-maki, mengolok-olok, menghina atau menjelekkan sesembahan penganut agama lain. RosuuluLLooh SAW dalam banyak riwayat sudah mencontohkan bagaimana beliau bisa hidup berdampingan dengan kalangan non Muslim.

Dalam realita kehidupan beragama, baik di Indonesia maupun di seantero dunia, acapkali terjadi gesekan, bentrokan bahkan kerusuhan akibat adanya pihak yang melakukan penistaan agama.

Kasus penistaan agama saat ini sedang ramai menjadi perbincangan setelah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (ahok) dianggap melecehkan Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu. Sejumlah elemen dari ummat Islam pun melaporkan Ahok ke polisi atas dugaan penistaan agama dan penghinaan terhadap Al-Qur’an.

Namun, penistaan agama bukan baru kali ini terjadi di Indonesia. Sebelum kasus Ahok, beberapa kasus telah terjadi dan pelakunya harus menjalani masa hukuman. Baik penistaan terhadap agama Islam, maupun terhadap agama-agama lain. Di antaranya kasus Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). MUI setidaknya menemukan tiga poin yang membuat Gafatar dinyatakan sesat yaitu penokohan Musaddeq sebagai juru selamat setelah Nabi Muchammad SAW. Selain itu, Gafatar tidak mewajibkan pengikutnya menjalankan ibadah agama Islam yang sebenarnya. Dalam ajaran Gafatar juga ditemukan pelafalan syahadat yang baru.

Kasus penistaan yang melibatkan Ahok memang memiliki daya tarik yang sangat besar. Selain karena sosoknya yang menjadi pejabat publik juga suasana panas menjelang Pemilihan Gubernur DKI. Namun, terlepas dari itu semua, penistaan agama memang harus diproses secara hukum, karena undang-undang mengatur hal tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156a telah mengatur tentang penodaan terhadap suatu agama.

Nah, yang tidak boleh luput untuk kita perhatikan adalah semakin banyaknya ummat Islam yang “meninggalkan” agama dan menjauhi Al-Qur’an. Mereka tidak peduli dengan perintah agama, terutama sholat. Mereka pun semakin berani melanggar larangan agama. Korupsi, narkoba dan perzinaan sudah sangat mengkhawatirkan. Bukankah itu semua diatur dalam agama. Tapi, sepertinya banyak manusia yang sudah tidak peduli aturan agama.

Di satu sisi kita tidak boleh menganggu agama lain. Di sisi lain, kita juga harus punya komitmen untuk mengamalkan ajaran agama yang kita yakini. Jangan sampai kita menuding orang lain menistakan agama kita, tapi kita sendiri sudah tidak mau mengikuti ajaran agama kita. Jangan sampai kita menuding orang lain menghina Al-Qur’an, sementara kita sendiri kurang menghormati Al-Qur’an. Buktinya, banyak di antara kita yang tidak mau membacanya juga tidak mengikuti ajarannya. Kalau begitu, bukankah kita juga layak dinilai “menistakan” agama dan menghina Al-Qur’an?

Kalau bukan kita yang menghormati dan memuliakan Al-Qur’an, lantas siapa lagi?

Sunday, 1 September 2019

Menyambut Tahun Baru Hijriah


Image result for gmnu selamat tahun baru islamDengan datangnya bulan Mucharrom ini tak ada ungkapan yang patut kita sampaikan selain ungkapan syukur. Menikmati karunia-Nya dan melaksanakan ibadah yang menjadi perintah-Nya. Dengan datangnya tahun baru Hijriah ini pula, berarti umur kita bertambah satu tahun dan sekaligus kesempatan hidup kita berkurang satu tahun. Dan dengan memasuki tahun baru Hijriah ini marilah kita mengintrospeksikan diri seberapa jauh ketaatan kita kepada ALLooh SWT, selama masa satu tahun ini. Adakah amal saleh yang kita perbuat selama ini lebih banyak daripada kemaksiatannya, atau sebanding, atau bahkan lebih sedikit?

Setelah kita introspeksi dan teliti amal perbuatan kita selama satu tahun ini dan hasil yang bagaimanapun juga, maka dengan masuknya tahun baru Hijriah ini kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada ALLooh SWT. Dan kita tekan sekecil mungkin kemaksiatan dan kemungkaran, agar tahun yang akan kita lalui lebih baik dari yang kemarin, bukan sebaliknya. Dan terhadap dosa-dosa yang telah kita lakukan, marilah kita senantiasa mohon ampunan dari ALLooh.
Adapun upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada ALLooh dapat kita tengok sejarah perjuangan RosuuluLLooh SAW beserta sahabat-sahabatnya dalam menegakkan agama Islam, sehingga mereka hijrah dari Mekkah ke Madinah, juga hikmah dari adanya tahun Hijriah itu sendiri.

RosuuluLLooh SAW dalam menegakkan dan mengembangkan agama Islam di Mekkah dulu bersama para sahabat, banyak sekali mengalami rintangan dan ancaman. Kaum kafir Quroisy sengaja merintangi dakwah beliau dengan berbagai cara. Mereka menghina, mencaci, menyiksa para sahabat beliau, bahkan sampai mengancam akan membunuh beliau. Semua itu dilancarkan untuk menghalau dakwah beliau dan melepaskan agama Islam yang telah mereka peluh serta bersedia kembali kepada ajaran nenek moyang, menyembah berhala. Namun demikian, dengan berbagai rintangan, bujuk rayu sampai ancaman yang dilancarkan terhadap RosuuluLLooh dan para sahabatnya, tidak mempengaruhi semangat mereka dalam memperjuangkan agama ALLooh. Sedikit pun tidak mengendorkan semangat dan menggoyahkan iman mereka. Semakin banyak rintangan yang dilancarkan justru semakin kuat dan bertambah banyak pengikut ajaran agama Islam.

Dan ketika kaum Quroisy melihat makin hari makin banyak ummat Islam di kota Mekkah, mereka berunding dan bersepakat akan menangkap RosuuluLLooh SAW untuk dibunuh. Dalam situasi yang amat genting dan kritis ini beliau mendapat wahyu dari ALLooh SWT agar berhijrah ke Madinah. Lalu berhijrahlah RosuuluLLooh SAW bersama Sayyidina Abu Bakar RA dan para sahabat-sahabatnya menuju kota Yatsrib, yang dikenal dengan nama Madinah. Dalam perjalanan hijrah ke Madinah itu, pada saat beliau tiba di Quba, langkah yang pertama kali beliau lakukan adalah membangun masjid di sana, yang kemudian dikenal dengan Masjid Quba, masjid yang pertama kali didirikan. Sesampainya di Madinah langkah awal beliau juga membangun masjid di sana, yang dikenal dengan nama Masjid Nabawi. Selanjutnya beliau mempersaudarakan antara sahabat-sahabat Muhajirin dengan sahabat-sahabat Anshor.

Dari sekelumit peristiwa hijrah yang bersejarah ini dapat kita tarik benang merah dan pelajaran, bahwa hijrah beliau bersama para sahabatnya ke Madinah bukanlah karena tersingkir kalah, akan tetapi untuk memperbaiki dan membangun ummat, memperkuat aqiidah, mempertebal keimanan dan ketaqwaan, membangun ukhuwwah islamiyah, menghidupkan semangat saling tolong-menolong dan bergotong-royong dalam memperjuangkan agama Islam.

Itulah antara lain pelajaran yang amat berharga yang dapat kita ambil dari peristiwa hijrah. Maka merupakan pilihan yang tepat dan penetapan yang pas titik tolak dimulainya tahun baru atau kalender ummat Islam dari peristiwa hijrah ini. Pilihan dan penetapan yang ditetapkan oleh Kholifah kedua, yaitu Sayyidina Umar bin Khoththob RA atas usulan Sayyidina Ali KWH. Pilihan itu tepat dan penetapan itu dibilang pas, karena peristiwanya sendiri sudah menggambarkan perjuangan yang gigih, pantang menyerah.

Selain itu, peristiwa hijrah seolah-olah merupakan garis pemisah antara kebatilan dan kebenaran. Juga peristiwa itu diibaratkan sebagai jembatan yang menjembatani antara dua periode perjuangan, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Dengan demikian, hijrah merupakan keharusan dan kelanjutan perjuangan. Bukan lari atau meninggalkan gelanggang perjuangan. Dan kenyataannya memang demikian, peristiwa hijrah memberikan harapan dan keberhasilan atau kemenangan perjuangan. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau dikatakan, bahwa hijrah merupakan tonggak perjuangan atau fajar kemenangan yang menentukan kemenangan berikutnya dari perjuangan RosuuluLLooh SAW. Pantaslah jikalau kelak di akhirat sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshor mendapat jaminan surga dari ALLooh SWT. Sebagaimana tersebut dalam surat At-Taubah ayat 100 yang artinya:
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ALLooh Ridho kepada mereka dan mereka pun Ridho kepada ALLooh dan ALLooh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”

Dalam ayat di atas, yang dijamin masuk surga tidak hanya orang-orang Muhajirin dan Anshor saja, tetapi termasuk segenap ummat Islam yang mengikuti ajaran RosuuluLLooh SAW beserta kebajikan para sahabat terdahulu itu. Dengan demikian, jelas bahwa kita juga berhak mendapatkan jaminan seperti sahabat Muhajirin dan sahabat Anshor, yaitu jaminan masuk surga, dengan catatan kita bersedia dan sanggup mengikuti sunnah Rosul dan para sahabatnya.

Dengan akan masuknya tahun baru hijriah ini mari kita budayakan pemakaian penanggalan hijriah, yang merupakan penanggalan ummat Islam, penanggalan kita sendiri. Seperti dalam membuat surat, mencatat suatu kejadian, atau mengadakan suatu acara, dan lain-lain yang membutuhkan penanggalan. Kalau kita sampai sekarang belum membiasakan memakai penanggalan hijrah ini adalah termasuk kesalahan besar bagi kita. Sebab siapa lagi yang akan menggunakannya kalau bukan ummat Islam sendiri, termasuk kita ini. Maka sudah seharusnyalah mulai sekarang kita menggunakan penanggalan hijrah ini di samping penanggalan Masehi. Sungguh manfaatnya besar sekali. Sebab untuk mengingatkan kita akan peristiwa hijrah yang sarat dengan pelajaran bagi kita, untuk menggugah semangat kita di dalam memperjuangkan agama Islam. Juga termasuk menghidupkan syiar Islam.

WALLOOHU A’LAM BISH SHOWAAB