Thursday, 25 June 2020

Syekh Muchammad Machfudz bin AbduLLooh At-Tarmasi


Buah Karyanya Jadi Referemsi Di MANCANEGARA

Syaikh Mahfudz at- Tarmasi, al- Muhaddist Nusantara yang Mendunia ...
Banyak ulama besar yang berkiprah di dunia internasional. Utamanya menjadi pengajar di Masjidil Haram. Di antara ulama yang turut mengharumkan nama Indonesia dalam khasanah intelektual Islam adalah Syekh Muchammad Machfudz Termas. Beliau terlahir di Termas, Pacitan, Jawa Timur, pada 12 Jumaadil Ula 1285 H/ 31 Agustus 1868 M, dan bermukim di Mekkah sampai beliau wafat pada 1 Rojab 1338 H/ 20 Mei 1920 M.

PENGEMBARAAN INTELEKTUAL
Syekh Muchammad Machfudz Termas menulis sejarah hidup beliau dan pengembaraan ilmunya dalam Kitab Muhibah zil Fadhli jilid ke-4 yang merupakan salah satu karya beliau. Pada masa mudanya, Syekh Machfudz banyak menimba ilmu kepada ayahnya sendiri, Syekh AbduLLooh bin Abdul Mannan at-Tarmasi. Dari ayahnya beliau mempelajari Syarh al-Ghoyah li Ibni Qosim al-Ghuzza , al Manhaj al-Qowim, Fath al-Mu’in, Fath al-Wahhab, Syarh Syarqowi ‘ala Hikam dan sebagian Tafsir al-Jalalain hingga sampai Surah Yunus.

Setelah banyak belajar kepada ayahnya, Syekh Muchammad Machfudz Termas kemudian merantau ke Semarang untuk belajar kepada Kyai Muchammad Sholeh Darat. Di bawah bimbingan Kyai Sholeh Darat ini, beliau mempelajari Syarh al-Hikam (dua kali khatam), Tafsir al-Jalalain (dua kali khatam), Syarh al-Mardini dan Wasilah ath-Thullab (falak).

Setelah beberapa tahun ngaji kepada Kyai Sholeh Darat, Syekh Muchammad Machfudz Termas meneruskan pengembaraan ilmunya ke Mekkah. Di tanah suci ini, beliau berguru kepada para ulama terkemuka, diantaranya adalah Syekh Akhmad al-Minsyami, dari ulama’ ini, beliau belajar Qiro’ah Ashim dan tajwid, sebagian Syarh ibni al-Qoshih ala asy-Syathibiyah. Dalam waktu yang bersamaan, beliau juga belajar kepada Syeikh Umar bin Barokat asy-Syami, dengan mempelajari Syarh Syuzur az-Zahab li ibni Hisyam. Juga kepada Syekh Musthofa al-‘Afifi, dengan mengkaji kitab Syarh Jam’il Jawamil lil Mahalli dan Mughni al-Labib. Shohih al-Bukhori kepada Sayyid Husein bin Sayyid Muchammad Al Habsyi. Sunan Abi Daawud, Sunan Tirmidzi dan Sunan Nasaa’i kepada Syeikh Muchammad Sa’id  Bashoil. Syarh ‘Uqud al-Juman, dan sebagian kitab asy-Syifa’ lil Qodhi al-‘Iyadh kepada Sayyid Achmad az-Zawawi. Syarh Ibni al-Qoshih, Syarh ad-Durroh al-Mudhi’ah, Syarh Thoibah an-Nasyr fi al-Qiroat al-‘Asyar, ar-Roudh an-Nadhir lil Mutawalli, Syarh ar-Roiyah, Ithof al-Basyar fi al-Qiroat al-‘Arba’ah al-‘Asyar , dan Tafsir al-Baidhowi bi Hasyiyatihi kepada Syekh Muchammad asy-Syarbaini ad-Dimyathi. Dalail al-Khoirot, al-Ahzab, al-Burdah, al-Awwaliyat al-‘Ajluni dan Muwaththo’ Imam Malik kepada Sayyid Muchammad Amin bin Achmad Ridhwan al-Madani serta ulama-ulama terkemuka lainnya, seperti Syeikh Ahmad al-Fathoni dan Syeikh Nawawi al-Bantani, salah satu ulama Indonesia yang juga bermukim di Mekkah. Sedangkan guru utama beliau yang paling banyak mengajarnya pelbagai ilmu secara keseluruhannya ialah Sayyid Abi Bakr bin Sayyid Muchammad asy-Syatho, pengarang kitab I’anatuth Tholibin, Syarah Fathul Mu’in. Konon katanya, salah seorang Ulama Patani, Syekh Achmad Al-Fathoni memiliki hubungan yang erat dengan Sayyid Abi Bakr asy-Syatho, bahkan diceritakan bahwa salah satu karangan  Sayyid Abi Bakr asy-Syatho’ yang berjudul I’anatuth Tholibin Syarh Fathul Mu’in sebelum dicetak terlebih dahulu ditasbih dan ditahqiq oleh Syeikh Achmad al-Fathoni atas perintah Sayyid Abi Bakr asy-Syatho sendiri dari Syekh Muchammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki. Dan diceritakan pula bahwa yang pertama kali mengajar kitab I’anatuth Tholibin di dalam Masjid al-Haram ialah Syekh Achmad al-Fathoni, semua murid Sayyid Abi Bakr asy-Syatho pada zaman itu termasuk Syekh Muchammad Machfudz Termas hadir dalam halaqoh atau majlis pengajian Syeikh Achmad al-Fathoni itu.

Dalam kaitannya dengan penimbaan ilmu, Syekh Machfudz memiliki karya khusus yang mencatat semua sanad dari setiap ilmu yang beliau pelajari, beliau kumpulkan dalam karyanya yang berjudul Kifayatul Mustafid.

MUKIM DI MEKKAH
Syekh Machfudz tidak kembali ke Nusantara, memilih berkarier di Mekkah. Sewaktu abahnya, Syekh AbduLLooh wafat pada tahun 1894, adiknya, Kyai Dimyathi yang menjadi Kyai di Pondok Termas. Anak-anak Syekh AbduLLooh lainnya adalah Kyai Haji Dahlan yang juga pernah belajar di Mekkah. Sekembali dari Tanah Suci dia diambil menantu oleh Kyai Sholeh Darat Semarang; Kyai Haji Muchammad Bakri yang ahli qiro’ah, dan Kyai Haji Abdur Rozaq, ahli thoriqoh dan mursyid yang punya murid di mana-mana.

Di antara murid-murid Syekh Machfudz yang berasal dari Indonesia adalah Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Bisri Syansuri dan Kyai Abdul Wahhab Hasbullah, yang kelak mendirikan Nahdlatul Ulama di tahun 1926. Beliau juga mengajar sejumlah murid, dan beberapa di antaranya menjadi ulama yang berpengaruh, misalnya Ali al-Banjari, penduduk Mekkah asal Kalimantan Selatan, Muchammad Ma’shum al-Masami, pendiri pesantren Lasem, Jawa Tengah, Abdul Muhit dari Panji Sidarjo, pesantren penting lainnya dekat Surabaya.

PENULIS PRODUKTIF
Muchammad Machfudz at-Termasi boleh dibilang penulis. Dia mengarang sejumlah kitab tentang berbagai disiplin keislaman, seluruhnya ditulis dalam bahasa Arab. Sayang, banyak karyanya yang belum sempat dicetak, dan beberapa diantara bahkan dinyatakan hilang.

Dalam menulis, konon Syekh Machfudz ibarat sungai yang airnya terus mengalir tanpa henti. Gua Hiro menjadi tempatnya mencari inspirasi. Dia biasa menghabiskan waktunya di gua tempat Nabi menerima wahyu-Nya pertama itu. Kecepatan Syekh Machfudz dalam menulis kitab, juga boleh dibilang istimewa. Kabarnya, kitab “Manhaj Dhowi an-Nadzhor” beliau selesaikan dalam 4 bulan 14 hari. Syekh Machfudz mengatakan bahwa kitab ini ditulis ketika berada di Mina dan Arofah.

Syeikh Muchammad Machfudz Termas termasuk salah seorang ulama Nusantara yang banyak menghasilkan karangan dalam bahasa Arab seperti halnya ulama-ulama Nusantara lainnya yang bermukim di Mekkah, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syeikh Ahmad Khotib Minangkabau dan Syeikh Abdul Chamid Kudus.

Diantara karangan-karangan beliau adalah:
1.       As-Siqoyatul Mardhiyah fi Asamil Kutubil Fiqhiyah li Ashabinas Syafi’iyah. Selesai penulisan pada hari Jum’at, Sya’ban 1313 H. Dicetak oleh Mathba’ah at-Taroqqil Majidiyah al-‘Utsmaniyah, Mekkah (tanpa tahun).
2.       Muhibah zil Fadhli ‘ala Syarh al-‘Allamah Ibnu Hajar Muqoddimah Ba Fadhol, Kitab fiqh empat jilid ini merupakan Syarh atau komentar atas karya AbduLLooh Ba Fadhl “Al-Muqoddimah Al-Hadhromiyyah”. Kitab ini jarang diajarkan di pesantren, lebih banyak digunakan oleh Kyai senior sebagai rujukan dalam penyusunan fatwa oleh para ulama di Jawa. Dicetak oleh Mathba’ah al-‘Amiroh asy-Syarfiyah, Mesir, 1326 H.
3.       Kifayatul Mustahid lima ala minal Asanid, diselesaikan pada hari Selasa, 19 Safar 1320 H. kandungannya membicarakan pelbagai sanad keilmuan Muchammad Machfudz bin AbduLLooh at-Tarmasi/ at-Tirmisi. Dicetak oleh Mathba’ah al-Masyhad al-Husaini, no. 18 Syar’I al-Masyhad al-Husaini Mesir (tanpa tahun). Kitab ini ditashih dan ditahqiq oleh Syeikh Muchammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki, al-Mudarris Daril ‘Ulumid Diniyah, Mekkah.
4.       Manhaj Zawin Nadzhor fi Syarhi Mandzhumati ‘Ilmil Atsar, diselesaikan pada tahun 1329 H/ 1911 M. Kandungannya membicarakan ilmu Mushtholah Hadits merupakan Syarh Mandzhumah ‘Ilmil Atsar karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini merupakan bukti bahwa ulama nusantara mampu menulis ilmu hadits yang demikian tinggi nilainya.
5.       Dua kitabnya di bidang ushul adalah “Nailul Ma’mul”, syarah atas karya Zakariyya Anshori “Lubb Al-Ushul” dan syarahnya “Ghoyat al-wushul”, dan “Is’af al Muthoil”, syarah atas berbagai versi karya Subki “Jam’ al-Jawami”. Sebuah kitab lainnya mengenal fiqh yaitu “Takmilat al-Minhaj al-Qowim” berupa catatan tambahan atas karya Ibn Hajar al-Haitami “Al-Minhaj al-Qowim”.
6.       Al-Khil’atul Fikriyah fi Syarhil Minhatil Khoiriyah, belum diketahui tarikh penulisan. Kandungannya juga membicarakan hadits Syarh Hadits Arbain.
7.       Al-Badrul Munir fi Qiro-atil Ibni Katsir.
8.       Tanwirus Shodr fi Qiro-atil Ibni Amr.
9.       Insyirohul Fawaid fi Qiro-ati Hamzah.
10.   Ta’mimul Manafi’ fi Qiro-ati Nafi’.
11.   Al-Fuad Qiroat al Imam Hamzah.
12.   Tamim al Manafi fi Qiroat al-Imam Nafi’.
13.   Aniyah ath Tholabah bi Syarah Nadzhom ath-Thoyyibah fi Qiroat al Asy’ariyah.
14.   As-Saqoyah al-Mardhiyyah fi Asma’I Kutub Ashshobina al-Syafi’iyyah, kajian atas karya-karya fiqih madzhab Syafi’i dan riwayat para pengarangnya.
15.   Al-Fawaidut Tarmasiyah fi Asamil Qiro-ati Asyariyah, Syeikh Yasin Padang menyebut bahwa kitab ini pernah diterbitkan oleh Mathba’ah al-Majidiyah, Mekkah, tahun 1330 H.
16.   Is’aful Matholi’ Syarhul Badril Lami’.
17.   Al-Minhah al-Khoiriyya

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa karangan Syekh Machfudz mencapai lebih 20 karangan. Mengingat karyanya yang berbagai-bagai itu, tidak berlebihan kiranya jika Syekh Yasin Al-Fadani, Ulama Mekkah asal Padang, Sumatera Barat, yang berpengaruh pada tahun 1970-an, menjuluki Machfudz At-Tarmasi: al-Allamah, al-Muhadits, al-Musnid, al-Faqih, al-Ushulli dan al-Muqri. Yang menarik, kitab-kitab karangan Syeikh Machfudz tidak hanya dipergunakan oleh hampir semua pondok di Indonesia, tapi konon banyak pula yang dipakai sebagai literature wajib pada beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah, seperti di Maroko, Arab Saudi, Iraq dan Negara-negara lainnya.

Bahkan sampai sekarang di antara kitab-kitabnya masih ada yang dipakai dalam pengajian di Masjidil Haram.
Disarikan dari berbagai sumber.

Thursday, 18 June 2020

Shochabiyah RosuuluLLooh, Ummu Ma’bad


Kisah Rasul dan Sahabat - Kisah Ummi Ma'bad Sang Penggembala ...Pemilik Tempat Singgah Saat Nabi Hijrah

Perjalanan hijrah RosuuluLLooh SAW yang disertai sahabat beliau, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq RA berlangsung diam-diam, menghindari kejaran Quroisy. Perjalanan yang tak ringan. Di tengah payahnya perjalanan Makkah-Madinah, mereka singgah di sebuah tenda, tempat tinggal sepasang suami istri yang selalu memberikan jamuan kepada orang-orang yang singgah di sana. Peristiwa yang menakjubkan pun terjadi dalam kehidupan seorang wanita bernama Ummu Ma’bad.

Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, Atikah bintu Kholid bin Kholif bin Munqidz bin Robi’ah bin Ashrom bin Dhobis bin Harom bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Mereka dikaruniai seorang anak yang mereka beri nama Ma’bad. Dengan nama inilah mereka berkunyah mendapat julukan.

Mereka berdua tinggal di Qudaid, antara Makkah dan Madinah. Namun mungkin mereka tak pernah menyangka tempat tinggal mereka akan menjadi tempat yang masyhur dengan singgahnya utusan ALLooh SWT di sana.

Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang tekun dan ulet. Dia biasa duduk di serambi tendanya, memberi makanan dan minuman kepada siapa pun yang melewati tendanya.

Sementara itu, RosuuluLLooh SAW dan Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq RA hendak melanjutkan perjalanan kembali setelah bersembunyi selama tiga hari dalam  gua Tsur. Budak Sayyidina Abu Bakar, ‘Amr bin Fuhairoh menyertai mereka. Juga seorang penunjuk jalan, AbduLLooh bin ‘Uraqith Al-Laitsi yang datang pada hari yang ditentukan membawa dua tunggangan milik RosuuluLLooh SAW dan Sayyidina Abu Bakar. Senin dini hari mereka berangkat.

Selasa, mereka sampai di Qudaid. Berempat mereka singgah di tenda Ummu Ma’bad. RosuuluLLooh SAW dan Sayyidina Abu Bakar meminta daging dan kurma yang dia miliki. Mereka hendak membelinya.
“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak akan kesulitan mendapat jamuan.” Kata Ummu Ma’bad. Saat itu adalah masa paceklik, kambing-kambing pun tidak beranak.

RosuuluLLooh SAW melihat seekor kambing betina di samping tenda. “Mengapa kambing ini?” tanya beliau. “Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain karena lemah.” Jawab Ummu Ma’bad. “Apa dia masih mengeluarkan susu?” tanya RosuuluLLooh SAW lagi. “Bahkan dia lebih payah dari itu!” ujar Ummu Ma’bad.
“Apakah engkau izinkan bila kuperah susunya?” tanya RosuuluLLooh SAW. “Boleh, demi ayah dan ibuku,” jawab Ummu Ma’bad. “Bila kau lihat dia masih bisa diperah susunya, perahlah!”

RosuuluLLooh SAW mengusap kantong susu kambing betina itu sambil menyebut nama ALLooh SWT dan berdoa. Seketika itu juga, kantong susu kambing betina itu menggembung dan membesar. RosuuluLLooh SAW meminta bejana pada Ummu Ma’bad, lalu memerah susu kambing itu dalam bejana hingga penuh. RosuuluLLooh SAW menyerahkan bejana itu pada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad pun meminum susu itu hingga kenyang. Setelah itu beliau memberikannya kepada yang lainnya hingga mereka pun kenyang. Barulah beliau meminum susu itu.

RosuuluLLoh SAW memerah susu kambing itu lagi hingga memenuhi bejana. Beliau tinggalkan bejana yang penuh berisi susu itu untuk Ummu Ma’bad, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring kambing-kambing yang kurus dan lemah. Ketika melihat bejana berisi susu, ia bertanya keheranan, “Dari mana susu ini? Padahal kambing-kambing kita tidak beranak dan di rumah tak ada kambing yang bisa diperah!”
“Demi ALLooh,” kata Ummu Ma’bad. “Tadi ada seseorang yang penuh berkah lewat di sini. Di antara ucapannya, begini dan begini …”
“Demi ALLooh,” sahut Abu Ma’bad, “Aku yakin, dialah salah seorang Quroisy yang sedang mereka cari-cari! Gambarkan padaku, bagaimana ciri-cirinya, wahai Ummu Ma’bad!”
Ummu Ma’bad pun melukiskan sifat RosuuluLLooh SAW yang dilihatnya, “Dia sungguh elok. Wajahnya berseri-seri. Bagus perawakannya, tidak gemuk, tidak kecil kepalanya, tampan rumawan. Bola matanya hitam legam, bulu matanya panjang. Suaranya agak serak-serak, dan lehernya jenjang. Jenggotnya lebat, matanya jeli bagaikan bercelak. Alisnya panjang melengkung dengan kedua ujung yang bertemu, rambutnya hitam legam. Bila diam, dia tampak berwibawa, bila berbicara, dia tampak ramah. Amat bagus dan elok dilihat dari kejauhan, amat tampan dipandang dan dekat. Manis tutur katanya, tidak sedikit bicaranya, tidak pula berlebihan, ucapannya bak untaian marjan. Perawakannya sedang, tidak dipandang remeh karena pendek, tak pula enggan mata memandangnya karena terlalu tinggi. Dia bagai pertengahan antara dua dahan, dia yang paling tampan dan paling mulia dari ketiga temannya yang lain. Dia memiliki temen-temen yang mengelilinginya. Bila dia berbicara, mereka mendengarkan ucapannya baik-baik. Bila dia memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya. Dia tak pernah bermuka masam dan tak bertele-tele ucapannya.”

Mendengar penuturan itu, Abu Ma’bad berkata yakin, “Demi ALLooh, dia pasti orang Quroisy yang sedang mereka cari-cari. Abu bertekad untuk menemaninya, dan sungguh aku akan melakukannya jika kudapatkan jalan untuk itu!”

Hari  yang  penuh kebaikan dari sisi ALLooh SWT. Pada hari itu, Ummu Ma’bad masuk Islam. Dikisahkan, kambing Ummu Ma’bad yang diusap oleh RosuuluLLooh SAW panjang umurnya. Kambing itu tetap hidup sampai masa pemerintahan ‘Umar ibnul Khoththob RA tahun 12 H dan selalu mengeluarkan air susunya saat diperah, pagi maupun sore hari.